Archive for category Kegiatan Maritim Kapal Boat

Dampak Ekonomi Sektor Perahu Layar dan Wisata di Indonesia

Posted by on Thursday, 23 May, 2013

Dampak Ekonomi Sektor Perahu Layar dan Wisata di Indonesia-coverPenelitian ini dibuat pada tahun 2010 yang diprakarsai rekan-rekan dari Divisi Keel Boat PORLASI (Persatuan Olah Raga Layar Seluruh Indonesia) dan dilakukan oleh Yuramanti, peneliti dari Fakultas Ekonomi UI.  Penelitian ini melihat data-data statistik yang ada di Indonesia, studi regulasi, dan juga studi banding ke Phuket, Thailand dimana dampak ekonomi sektor perahu layar dan wisata (yacht) di sana sudah sangat terasa setelah pemerintah Thailand sadar dan bertindak untuk menggarap potensi ini.

Sebagian dari kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian ini telah dijawab oleh Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2011 Tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing Ke Indonesia

Kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian ini (Bab 7) adalah seperti kutipan di bawah :

7.1.  KESIMPULAN

Analisa Dampak Ekonomi

  • Sampai saat ini kegiatan perahu layar dan wisata belum dimasukkan dalam satu kesatuan sub sektor ekonomi di Indonesia dimungkinkan karena kegiatan ini belum menjadi aktifitas yang rutin dan berkesinambungan bagi perekonomian negara, kemudian kegiatan ini memiliki aktifitas yang luas dan beragam. Studi ini merupakan studi awal bagi dampak ekonomi sektor perahu layar dan wisata di Indonesia dan belum ada kajian potensi ekonomi yang komprehensif akan kegiatan ini di Indonesia.
  • Dengan luasnya definisi dan cakupan perahu layar dan wisata sebagai salah satu kegiatan ekonomi, analisa dampak ekonomi kegiatan perahu layar dan wisata hanya bisa dikaji dengan melihat sub-sub kegiatannya dalam sektor ekonomi seperti sub sektor angkutan laut, jasa penunjang angkutan, jasa perusahaan, jasa pendidikan swasta, hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. Secara lebih umum kegiatan sektor perahu layar dan wisata dapat dikaji melalui aktivitas sektor angkutan air, jasa penunjang angkutan, usaha bangunan & jasa perusahaan, jasa sosial kemasyarakatan, dan jasa lainnya.
  • Analisa dengan Tabel IO Tahun 2005 sektor 66 menggunakan transaksi domestik tanpa memasukan komponen impor menghasilkan multipler kegiatan perahu layar dan wisata sebesar 1,726, yang menunjukan bahwa bahwa setiap kenaikan 1 rupiah permintaan akhir dari sektor ini akan meningkatkan output perekonomian sebesar 1,726 rupiah.
  • Sementara analisa menggunakan transaksi total dengan memasukan komponen impor menghasilkan multipler kegiatan perahu layar dan wisata sebesar 2,120 yang menunjukan bahwa setiap kenaikan 1 rupiah permintaan akhir dari sektor ini (Konsumsi, Investasi, Belanja Pemerintah, Expor, Impor) akan meningkatkan output perekonomian sebesar 2,120 rupiah. Besaran multiplier ini berada ekuivalen di antara sektor peringkat 16 dan 17dari keseluruh 66 sektor. Adanya komponen impor membuat output pengganda dalam perekonomian meningkat cukup signifikan.
  • Adanya perbedaan yang cukup besar pada kedua jenis penghitungan multiplier output dan dikaitkan dengan keterbatasan penyediaan faktor produksi domestik pada negara berkembang maka dapat disimpulkan bahwa komponen barang impor sektor tersebut bersifat non kompetitif.
  • Sektor perahu layar dan wisata memiliki derajat keterkaitan ke hulu sebesar 0,988 dan ke hilir sebesar 1,088. Lebih tingginya derajat keterkaitan ke hilir menunjukkan kekhasan sektor ini yang memiliki lebih banyak dampak ekonomi pada sektor hilirnya dari pada sektor hulunya.
  • Dari hasil dampak multiplier terlihat bahwa pemanfaatan perahu layar dan wisata akan lebih bernilai ekonomi tinggi apabila dijadikan sebagai usaha bangunan & jasa perusahaan dan jasa lainnya daripada hanya dijadikan sebagai komoditas angkutan air. Jika disesuaikan ke dalam klasifikasi tabel IO tahun 2005 sektor 175, sektor perahu layar dan wisata memiliki nilai ekonomi dan multiplier lebih tinggi apabila diolah sebagai jasa perusahaan untuk persewaan alat transportasi tanpa operator, dan kegiatan wisata & olahraga.
  • Dari analisa dampak tenaga kerja ditemukan bahwa untuk memenuhi permintaan akhir terhadap satu unit output sektor perahu layar dan wisata diperlukan tenaga kerja sebanyak 0,0134. Besaran tersebut dapat diartikan bahwa untuk menghasilkan satu juta rupiah output di sektor perahu layar dan wisata diperlukan 0,0134 tenaga kerja.
  • Besaran koefiesien tenaga kerja sektor perahu layar dan wisata berada ekuivalen dengan besaran sektor di peringkat tengah dari total 66 sektor. Hal ini mengindikasikan sektor perahu layar dan wisata memiliki karakteristik sebagai sektor yang cukup padat karya sekaligus padat modal.
  • Dari analisa didapat jumlah tenaga kerja sektor perahu layar dan wisata adalah sebesar 1.848.508 atau hampir 2 persen dari total angkatan kerja seluruh sektor, dan berada ekuivalen di antara sektor peringkat 14 dan 15 dari 66 sektor. Sementara jumlah total output yang dihasilkan tenaga kerja adalah 134.923.327 (juta rupiah), setara 2,26%, atau ekuivalen berada di antara peringkat 17 dan 18 dari total 66 sektor.

Analisa Institusi dan Regulasi

  • Belum adanya payung hukum yang mengatur tentang pleasure yacht di Indonesia.
  • Rumitnya birokrasi bagi pelayar untuk memperoleh izin berlayar dengan adanya sistem CAIT yang sesungguhnya bertentangan dengan Keppres RI no 16 tahun 1971

Tentang Wewenangan Pemberian Izin Berlayar.

  • Adanya kewajiban jaminan yang menyulitkan bagi pelayar dengan adanya ketentuan PMK. No. 140/PMK.04/2007 tentang barang impor sementara bagi kapal layar dan wisata yang akan masuk.
  • Terlalu banyaknya koordinasi yang akan melemahkan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintah dalam pengaturan sektor perahu layar dan wisata dikarenakan banyaknya institusi dan keberagaman unsur yang terlibat mulai dari Departemen Pariwisata, Departemen Luar Negeri, Mabes TNI, sampai Departemen Perhubungan.

Analisa Industri

  • Industri bersifat padat modal, diperlukan biaya yang sangat besar untuk berinvestasi, domesik dan diperlukan banyak komponen impor untuk faktor produksi. Padat ski U: membutuhkan skill yang tinggi untuk mengoperasikan kapal dan mengelola. Tingkat ketidakpastian yang tinggi karena resiko rugi, pengembalian modal lambat, dan berbagai benturan peraturan. Padat teknologi dan membutuhkan SDM yang memiliki penguasaan yang tinggi terhadap teknologi. Padat karya, dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk menggerakkan sektor ini.
  • Dari data permintaan CAIT menurut Departemen Pariwisata & GAHAWISRI, tahun 2007 terdapat 470 penerbitan CAIT, tahun 2008 sejumlah 225, dan tahun 2009 sampai bulan Mei sebesar 122.
  • Permasalah industri ini di Indonesia adalah adanya mekanisme kunjungan kapal yang rumit; masalah pengurusan CAIT dan perizinan VISA; biaya operasional dan perizinan yang mahal; pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPBM); serta belum memadainya infrastruktur dan fasilitas yang mendukung industri perahu layar dan wisata di Indonesia, serta masalah antarmoda.
  • Berdasarkan besarnya nilai multiplier output yang dihasilkan dan juga kharakteristik industrinyanya, dimana masih tergantung faktor produksi impor, maka peningkatan impor merupakan faktor penting yang akan mendorong tumbuhnya output perekonomian. Mekanisme untuk meningkatkan output tersebut bisa dilakukan dengan penghapusan tarif impor atau memberlakukan tarif impor 0%, atau pemberian subsidi. Diharapakan dengan adanya mekanisme tersebut akan menghasilkan peningkatan output yang lebih signifikan dalam perekonomian.

 

Analisa Studi Kasus Sektor Perahu Layar & Wisata Phuket, Thailand

  • Industri wisata perahu layar Thailand sempat mengalami stagnasi ketika pajak impor kapal wisata mencapai 250 persen dan adanya peraturan serta birokrasi yang rumit.
  • Tahun 2003 Pemerintah Thailand mulai mereformasi kebijakan seiring dengan diidentifikasinya adanya potensi besar bagi negara dan prospektif sebagai mesin pertumbuhan pariwisata dari sektor ini, yang sudah pasti menarik perhatian internasional dan mendorong minat dunia untuk berkunjung.
  • Peraturan lama direformasi dengan peraturan baru yang juga menjadikan Phuket sebagai pemimpin di kawasan regional untuk sektor ini; melakukan review atas pajak impor untuk yacht, memberlakukan pajak impor 0%; memperpanjang otomatis satu tahun periode tinggal untuk kapal; mempermudah urusan birokrasi dan imigrasi, menyesuaikan dengan standar internasional; menjadikan Phuket sebagai pemimpin di kawasan regional untuk sektor pariwisata kapal layar dan pesiar.
  • Keunggulan Phuket adalah lokasi strategis, pantai bagus; pelayanan turisme & tenaga kerja yang bagus; regulasi & institusi yang menunjang; investasi yang bagus; infrastruktur yang mendukung (fasilitas Marina, Hub); promosi pemerintah yang gencar.
  • Dari hasil studi lapangan dan wawancara sejumlah pihak terkait, didapat sekitar 135 yacht regular datang setiap bulan ke Phuket dan 100 superyahct setiap tahun, ditambah kunjungan kapal non regular. Pengeluaran wisatawan mencangkup: penginapan, spa, restoran, binatu, transportasi, telekomunikasi, perbaikan kapal, bahan bakar kapal, investasi properti & perhiasan, hiburan. Minimum pengeluaran wisatawan adalah 1000 Bath/hari (30 USD) untuk konsumsi makanan, total 300 USD/hari untuk konsumsi sehari-hari. Untuk Superyahct membelanjakan total 30.000 USD/hari untuk keseluruhan logistik, bahan bakar, perawatan.
  • Dampak ekonomi lain dari sektor ini di Phuket adalah industri perbaikan, dekorasi dan perawatan kapal yang dioperasikan penduduk Phuket sebagai yang terbaik di kawasan Asia (Sunsail & Mooring menghabiskan 200,000 USD/tahun).

 

7.2. REKOMENDASI

Dengan melihat besarnya potensi ekonomi dari sektor perahu layar dan wisata, maka pemerintah sebaiknya menyediakan payung hukum untuk pengelolaan yang lebih efektif dan efisien.

Ubah mekanisme ketentuan dalam PMK. No. 140/PMK.04/2007 tentang jaminan bagi barang impor sementara dengan mekanisme yang tidak memberatkan pelayar untuk datang.

Ubah mekanisme CAIT dengan sistem yang lebih akurat dan efektif untuk mengawasi dan mengendalikan aktifitas kunjungan perahu layar dan wisata di Indonesia. Termasuk juga mekanisme perizinan dan biaya check in bagi kapal yang masuk yang wajib pada setiap port.

Pentingnya peranan faktor impor bagi sektor ini dalam peningkatan output nasional maka diperlukan mekanisme untuk memajukan komponen impor ini, yaitu dengan penghapusan tarif impor atau tarif impor 0%, seperti yang dilakukan oleh Phuket dalam memajukan industri perahu layar dan wisatanya.

Perlu dipikirkan juga mekanisme insentif bagi perusahaan yang terlibar dalam sektor utama perahu layar dan wisata, diantarnya adalah dengan pemberian subsidi atau penghapusan tarif impor barang mewah bagi yacht (pasal 8 UU PPN) yang saat ini masih mencapai 50%, sehingga iklim investasi dan industri sektor ini dapat tumbuh subur. Pengenaan tarif impor yang tinggi pada sektor ini untuk melindungi produksi domestik tidak lah tepat karena barang impor tersebut bersifat non kompetitif disebabkan sektor domestik kurang mampu untuk menyediakan. Tingginya tarif impor akan menjadi hambatan bagi industri ini untuk maju.

Kebutuhan institusi yang kuat dalam melakukan koordinasi antara instansi yang terlibat perlu diperhatikan sehingga bentuk pengawasan dapat dilakukan modifikasi dengan menyerahkan kewenangan secara eksplisit kepada departemen dan kementrian negara yang paling terkait tanpa perlu melibatkan banyak koordinasi dari berbagai unsur.

Perlu adanya upaya pemerintah dalam merencanakan pemanfaatan sektor perahu layar dan wisata secara berkesinambungan dengan pembangunan dan penyediaan infrastruktur serta fasilitas yang memadai bagi sektor ini, seperti terminal bahan bakar, marina, pariwisata dan hiburan, serta moda transportasi penunjang.

  • Keterlibatan Pemerintah dalam pengawasan perlu dioptimalkan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya yang kompeten dan bebas dan praktek korupsi. Disamping itu, Pengawasan dan pembinaan Pemerintah Daerah diperlukan untuk membina keterlibatan masyarakat dalam aktivitas perahu layar dan wisata.
  • Besarnya dampak aktfitas ini pada sektor makroekonomi, maka pemerintah harus bekerja sama dengan perusahaan dalam merencanakan konsep pengelolaan sektor perahu layar dan wisata yang tidak hanya sekedar bagian dari transportasi, namun perlu dipikirkan dan direncanakan kerjasama dalam jasa pariwisata dan hiburan untuk destinasi pelayar.
  • Dalam kegiatan sektor perahu layar dan wisata, perlu diupayakan keterlibatan masyarakat lokal industri dalam serta upaya transfer teknologi kepada masyarakat lokal seperti keterlibatan masyarakat lokal untuk industri penunjang (industri pemeliharaan dan perawatan kapal).

Untuk dokumen penelitian selengkapnya bisa dibuka di link sbb : Dampak Ekonomi Sektor Perahu Layar & Wisata-Yuramanti _Maret 2010-1a


19 Mei 2012, Pelayaran Kembara Bahari (www.kembarabahari.com) : Lintasan Timur Jangkar Leluhur

Posted by on Tuesday, 22 May, 2012

Setelah berhasil mengarungi Samudera Pasifik dari California, Amerika Serikat ke Bali, Indonesia dengan berlayar seorang diri dari Mei 2010 sampai dengan April 2011 sejauh kira-kira 10.000 mil laut, Rama Rambini kembali melakukan perjalanan layar seorang diri menyusuri kepulauan bagian Timur Indonesia dalam ekspedisi Kembara Bahari.

Setelah persiapan yang cukup, Rama Rambini dan anggota tim Kembara Bahari memulai rangkaian pelepasan pelayaran Kembara Bahari yang ditandai dengan upacara adat Bali, sebagai bagian dari rangkaian budaya pembentuk nusantara Indonesia, di Bali Marina, Benoa, Bali pada hari Sabtu, tanggal 19 Mei 2012 lalu.

Misi dari Kembara Bahari ini adalah untuk memahami pembentukan bangsa Indonesia melalui interaksi antara berbagai suku di nusantara yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Interaksi yang memanfaatkan perairan nusantara sebagai penghubung pulau-pulau di nusantara sehingga terjalin simpul komunikasi yang membentuk kebudayaan Indonesia.

Dengan berlayar seorang diri di atas kapal SV Kona, kapal layar tipe sloop berukuran panjang sekitar 9 meter, Rama Rambini bersama segenap tim pendukung Kembara Bahari dengat semangat bahari yang tinggi menggunggah kita semua untuk kembali menyadari kodrat kita orang Indonesia , sebagai penghuni negara kepulauan terbesar di dunia, untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa maritim yang kuat dan secara kolektif mulai melihat laut sebagai tempat bermain, penghubung antar pulau dan aset yang tidak ternilai harganya.

Rama selalu berkata kepada saya “Kalau kita mau, kita pasti bisa”.  Semoga sukes untu Kembara Bahari dan mari kita main ke laut!

 


Kuliah Tamu Capt. Shane Granger, Nakhoda Kapal Layar H/V Vega di Perkapalan UI, 9 Mei 2012

Posted by on Tuesday, 8 May, 2012

Capt. Shane Granger, nakhoda kapal layar H/V Vega (www.sailvega.com) pada kunjungan kapal Vega ke Jakarta pada kali ini akan menyempatkan dirinya untuk memberikan kuliah tamu kepada mahasiswa dan para dosen Teknik Perkapalan Universitas Indonesia mengenai sejarah maritim dan kegiatan kapal Vega.

Kuliah tamu ini akan diadakan pada :

Hari/Tanggal : Rabu, 9 Mei 2012

Waktu : 13:00-selesai

Tempat : Ruang Chevron, Gedung Dekanat Fakultas Teknik
, Kampus UI Depok.

Diharapkan dengan adanya kesempatan bagi Capt. Shane Granger untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada insan akademik di bidang teknik perkapalan ini bisa lebih mendekatkan antara apa yang dipelajari di kampus dan tantangan dan peluang di dunia nyata.

Hasil Kuliah Tamu

Kuliah tamu ini difasilitasi oleh Bapak Dr. Ir. Sunaryo, M.Sc dari Program Studi Teknik Perkapalan UI dan dihadiri oleh Dekan Faukultas Teknik UI, Bapak Dr. Bambang Sugiarto, M.Eng serta para dosen dan sekitar seratus lebih mahasiswa Teknik Perkapalan UI.  Turut membagikan pengalaman adalah Bapak Ir. Palgunadi Setiawan, Dipl. Ing. Kuliah tamu ini dihadiri juga oleh rekan-rekan dari Center for Maritime Studies Indonesia (CMSI).

Capt. Shane pertama-tama memberi penghargaan kepada para mahasiswa Teknik Perkapalan UI karena mereka terlah memilih untuk mempelajari suatu profesi teknis yang bertanggung jawab untuk merancang suatu sarana penunjang aktivitas manusia di laut yang setara dengan pesawat luar angkasa.  Mengapa demikian? Seorang arsitek kapal harus dapat merancang sebuah sarana yang digunakan oleh manusia beraktifitas di permukaan  air (dan bawah air untuk kapal selam) secara mandiri dari segi ketergantungan terhadap bantuan dan pasokan dari luar untuk waktu operasi tertentu dan terkadang dalam waktu yang relatif panjang (hitungan bulan).  Sebuah kapal harus dapat membawa awak kapal dan penumpang dengan aman dan nyaman serta logistik yang diperlukan agar kapal dan manusia di atasnya bisa berfungsi dan bekerja dengan baik.  Jika dalam keadaan darurat, sebelum ditolong oleh pihak luar, sistem dalam kapal harus bisa menghadapi keadaan darurat tersebut secara mandiri.  Jika kapal rusak ditengah laut, maka pekerjaan perbaikan tidak selalu bisa dilakukan secara mandiri dan bantuan pertolongan tidak selalu bisa datang dalam waktu singkat.  Semua harus diantisipasi dalam sebuah rancangan kapal yang sangat dapat diandalkan.

Pada kuliah tamu tersebut, Cpt. Shane bercerita mengenai pengalamannya menjadi kapten kapal boat layar yang sudah mengarungi beberapa samudera dan dengan segala tantangannya.  Sebuah kapal yang dihasilkan oleh suatu rancangan yang handal akan diberi pengharagaan oleh penggunanya dan sebaliknya kapal hasi rancangan yang buruk akan dicerca oleh para penggunannya (pemilik, awak kapal, dan penumpang).

Yang menarik adalah ketika Capt. Shane bertanya siapa dari antara mahasiswa Teknik Perkapalan UI yang dalam kehidupan sehari-harinya bisa mengoperasikan kapal boat (layar atau motor) maka tidak ada satupun dari mereka yang bisa.  Lalu ketika ditanya seberapa sering mereka naik kapal jawabannya pun ternyata mereka tidak sering naik kapal.  Capt. Shane heran dan bertanya bagaimana caranya seorang calon arsitek kapal bisa merancang suatu kapal jika orang tersebut tidak mengerti bagaimana caranya mengoperasikan kapal dan bahkan tidak mengetahui apa rasanya hidup di atas kapal.  Capt. Shane meminta dengan sangat agar budaya naik kapal harus mutlak dilakukan oleh seorang yang bergelut di dunia rancang bangun perkapalan.

Mungkin ini salah satu ironi dari bangsa Indonesia dimana orang-orang yang berkecimpung di dalam rancang bangun kapal produk sekolahan adalah sebagian besar tidak mempunyai keterkaitan yang erat akan kehidupan di laut dan di atas kapal sehingga akan sulit untuk dapat menjiwai  bagaimana kapal beroperasi dan apa rasanya hidup di atas kapal.  Ini menggambarkan belum adanya budaya maritim yang kental sebagai syarat pembentukan negara maritim yang kuat.

Menjawab pertanyaan apakah sistem layar masih relevan untuk saat ini maka Capt. Shane menjawab bahwa semua sistem yang bisa memberikan tenaga dorong yang mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil akan sangat dihargai oleh pengguna kapal karena akan memberikan keuntungan ekonomis tersendiri.  Sitem layar adalah salah satu sistem yang dapat dikembangkan untuk menjawab tantangan tersebut.

Mudah-mudahan kuliah tamu ini bisa membuka mata hati insan-insan pemangku kepentingan di dunia pendidikan dan industri rancang bangun di Indonesia bagaimana bisa menumbuhkan keterikatan emosional individu dan kolektif terhadap laut yang akan menjadi modal pola pikir mendasar  dalam sebuah proses rancang bangun kapal yang bertanggung jawab dan tuntas.


Kapal Layar H/V Vega (www.sailvega.com) Singgah di Jakarta

Posted by on Monday, 7 May, 2012

Kapal H/V Vega (H/V artinya terdaftar sebagai Historical Vessel) singgah di Jakarta sejak tanggal 30 April 2012 yang lalu dan akan berada di Jakarta sampai dengan kira-kira tanggal 15 Mei 2012.  Selama di Jakarta, Vega berlabuh di Jetski Club Pantai Mutiara, Jakarta Utara.  Setelah itu dalam musim Angin Timur, Vega akan beralayar ke bagian Timur Indonesia dan juga Timor Leste.

Kapal Vega adalah kapal bersejarah karena sudah berusia 120 tahun sejak mulai dibangun di Norwegia dan juga beroperasi di Swedia.  Saat ini Vega dimiliki dan diawaki oleh Capt. Shane Granger  dari USA beserta Meggie Macoun dari Jerman.  Selama enam tahun terakhir Vega berlayar seputar Asia Tenggara untuk menjalankan misi kemanusiaan di bagian Timur Indonesia.  Rute perjalanan adalah di daerah Langkawi-Malaysia, Phuket-Thailand, Singapura dan Jakarta untuk mengumpulkan logistik bantuan, pengalangan dukungan dan dana.  Setelah terkumpul Vega akan membawa logistik bantuan tersebut ke bagian Timur Indonesia ke Pulau Medang dan Pulau Sukur di NTT lalu Pulau Nila, Pulau Teun, Pulau Serua, Pulau banda Neira,  Pulau Rhun, Pulau Ay, Pulau Hatta, Pulau  Banda Besar di Maluku.

Vega mempunyai dua misi utama yaitu yang pertama melestarikan budaya maritim dan oleh karenanya mereka memilih menggunakan kapal layar kayu yang berusia 120 tahun namun sangat terawat dengan baik.  Masih beroperasinya kapal bersejarah ini menggambarkan betapa sebuah kapal yang dirancang dan dibangun dengan baik dan benar di abad 19 masih bisa menjalankan fungsinya di abad 21 ini.  Selain itu kita juga bisa melihat bagaimana teknologi layar di jaman dahulu dirancang dan dioperasikan sehingga bisa mendapat ide apa-apa saja yang bisa kita modifikasi untuk mendapatkan rancangan sistem layar jika menggunakan teknologi saat ini.

Misi yang kedua adalah misi kemanusiaan yang menggalang solidaritas masyarakat dari tempat -tempat yang sudah lebih maju untuk ikut berpartisipasi dalam mengangkat kualitas warga dari tempat-tempat terpencil.  Dalam mengumpulkan logistik bantuan, Vega benar-benar menyerap aspirasi masyarakat dan mendengarkan apa yang mereka butuhkan.  Salah satu kebutuhan adalah peralatan medis (perlengakapan kebidanan), pendidikan (buku dan alat sekolah), pertanian (bibit dan peraltan cocok tanam), dsb.  Peralatan-peralatan tersebut, meskipun kadang-kadang terkumpul dalam jumlah dan jenis yang terbatas namun bisa ikut mengangkat kulalitas hidup masyarakat.

Vega memerlukan dukungan dari masyarakat Indonesia dan juga mengharapkan keterlibatan lebih banyak orang Indonesia dalam kegiatan-kegiatan mereka.  Selain sponsor, Vega sangat bersandar dari bantuan tenaga para sukarelawan, termasuk sukarelawan untuk menjadi ABK (volunteer crew) dalam pelayaran-pelayaran Vega.

Pada tanggal 6 Mei 2012, Center for Maritime Studies Indonesia (CMSI) dikdukung oleh Indonesia Norway Business Council (INBC), dan Pantai Mutiara Jetski Club mengadakan acara penyambutan kapal Vega. Acara  tersebut dihadiri warga Jakarta baik orang Indonesia dan Asing yang tertarik dengan kegiatan kapal Vega ini. Dalam kesempatan ini ikut hadir Bapak Sapta Nirwandar (Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Bapak Gelwyn Yusuf (Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan), Ambassador Eva Polano (Duta Besar Swedia),  Bapak Sarwono Kusumaatmadja (Anggota Dewan Kelautan RI), Jon Lindborg (ADB Country Director), Peter Vaughan (Direktur Eksekutif INBC), para diplomat dari Kedutaan Norwegia, rekan-rekan dari Indonesia Mengajar, Teknik Perkapalan UI, media cetak dan televisi, dan masih banyak yang lainnya.  Acara tanggal 6 Mei ini adalah acara spontan yang disiapkan oleh CMSI sebagai bentuk dukungan CMSI terhadap kapal Vega.

Di Bulan Oktober 2012 nanti, Vega akan kembali singgah di Jakarta dalam pelayarannya ke Singapura, Malaysia dan Thailand untuk menggalang sponsor dan pengumpulan logistik bantuan. Mari kita sambut dengan lebih meriah lagi.

Informasi lebih lanjut mengenai kapal Vega ini bisa dilihat di www.sailvega.com.


Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2011 dan Momentum Awal Kebangkitan Industri Kapal Yacht Indonesia

Posted by on Monday, 16 April, 2012

 

Pepatah mengatakan “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”

Setelah menunggu sekian lama maka tanda-tanda akan momentum awal kebangkitan industri kapal yacht di Indonesia menampakan titik terang dengan terbitnya Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2011 Tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing Ke Indonesia   (Perpres No. 79/2011).  Kita harus memberikan penghargaan kepada pihak-pihak baik dalam pemerintahan dan juga komunitas yachting internasional dan nasional yang telah bahu membahu terus bekerja untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan wisata yachting di Indonesia.

Lalu apa kaitannya Perpres tersebut dengan kebangkitan industri kapal yacht nasional? Mari kita bahas secara bertahap di tulisan di bawah ini.

Antara Potensi dan Peluang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan keindahan alam laut, darat dan kekayaan budaya yang menjadikan Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi tujuan wisata utama bagi kapal yacht dunia.    Masalahnya sebagian besar potensi tersebut merupakan anugerah yang sudah disediakan Sang Pencipta tanpa campur tangan manusia (kecuali untuk merawat atau merusaknya).  Campur tangan manusia justru diperlukan untuk menciptakan peluang-peluang dari potensi yang sudah ada dan tersedia tersebut. Apakah Indonesia siap dan mampu menciptakan peluang-peluang tersebut?

Keindahan Maritim Nusantara, Antara Potensi dan Peluang

 

Birokrasi dan Perizinan yang Tidak Kondusif

Namun mengapa peluang-peluang di bidang wisata kapal yacht ini tidak terjadi?  Saat ini kunjungan kapal wisata yacht asing hanya berkisar 200-300an  kapal yacht per tahun untuk wilayah kelautan Indonesia yang begitu luasnya.  Salah satu sebab penjelasannya bisa dibaca di tulisan dari Jannes Eudes Wawa  yang dimuat di Kompas, 1 Juni 2011 berjudul Ironi Kapal Pesiar.

Selain itu, menurut pengalaman para pengguna kapal yacht asing yang sebelumnya pernah mengunjungi wilayah Indonesia, keluhan-keluhan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut :

  • Banyaknya formulir yang harus diisi dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit untuk mengurus Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan pada saat kedatangan. Salah satu pengunjung kehilangan satu hari karena harus sibuk mengisi formulir yang sangat banyak itu pada saat kedatangan.
  • Penerapan pajak impor barang sementara berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.142/PMK.04/2011 dimana kapal yacht asing yang berkunjung dianggap sebagai barang impor sementara dan dapat diberikan pembebasan bea masuk atau keringanan bea masuk. Masalahnya untuk mendapatkan pembebasan bea masuk yang untuk kapal yacht imprortir wajib menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan Barang Impor Sementara. Jumlah jaminan tersebut adalah sebesar bea masuk dan/atau pajak dalam angka impor yang terutang atau yang seharusnya dibayar atas barang impor yang bersangkutan. Jumlah jaminan adalah Bea Masuk (5%), PPN (10%) dan PPnBM yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 620/PMK.03/2004 besarnya adalah 30% untuk perahu layar dengan atau tanpa motor pembantu (Lampiran III), 40% perahu motor untuk pelesir atau olah raga (Lampiran IV), 75% untuk kapal yacht (Lampiran VI)!!!!!
  • Banyaknya instansi pemerintah yang terlibat dalam pemeriksaan kedatangan dan kepergian kapal yacht asing. Salah satu pengunjung menceritakan bahwa saat kedatangan ke Indonesia tahun 2011 kapalnya dinaiki oleh 17 orang petugas dari berbagai instansi yang memeriksa  sangat banyak hal di atas kapal yachtnya (dan cenderung mencari-cari kesalahan) termasuk tanggal kadaluwarsa obat-obatan di kotak P3K!

 

Namun demikian, hal-hal yang menurut mereka, para wisatawan yacht asing, yang membuat Indonesia sangat layak dikunjungi adalah keindahan alam, budaya dan juga sambutan masyarakat.  Jadi Indonesia menurut mereka Indonesia adalah kandiat potensial tujuan wisata kapal yacht kelas dunia dan birokrasi dan perizinan yang berbelitlah yang menyebabkan itu semua tidak terjadi.

 

Logika Argumen Keamanan Negara

Bagaimana dengan argumentasi bahwa birokrasi dan perizinan yang tidak memudahkan kunjungan yacht asing ini adalah demi menjaga keamanan negara?  Kalau dilihat secara geografis, wilayah Indonesia adalah secara alam sudah sangat terbuka.  Tidaklah mungkin kita memasang pagar mengelilingi wilayah laut kita dan tidaklah mudah untuk menciptakan sistem dimana pergerakan kapal boat keluar masuk kapal dari dan ke perairan Indonesia dapat terpantau dalam tiap jengkal wilayah Indonesia.  Lalu apa hubungannya sistem perizinan dan birokrasi yang berbelit dengan keamanan negara?  Semua yang berbelit itu jelas mencegah masuknya yacht asing ke wilayah Indonesia, tapi tidak otomatis membuat pergerakan kapal boat keluar masuk kapal dari dan ke perairan Indonesia dapat terpantau dalam tiap jengkal wilayah Indonesia selama sistem pengawasan yang optimal belum siap.  Artinya, orang-orang ‘nakal’ akan tetap bisa keluar masuk wilayah perairan Indonesia dengan kapal boat mereka tanpa atau dengan adanya birokrasi dan perizinan yang berbelit, namun wisatawan yacht asing yang jelas-jelas mempunyai itikad baik untuk berkunjung akan tercegah untuk berkunjung dan menikmati wilayah laut dan pesisir Indonesia. Ini adalah logika sederhana.

Justru jika banyak orang lalu-lalang di laut, maka banyak mata yang bisa mengawasi apa yang terjadi di laut termasuk saling menolong jika ada keadaan darurat, melihat dan melaporkan kejadian yang mencurigakan, dll.

Kapal Yacht sebagai 'Mata' untuk Keadaan di Laut

 

Reformasi Perizinan dan Brokrasi melalui Perpres No. 79/2011

Perpres No. 79/2011 mengandung beberapa hal yang boleh dikatakan mulai mempermudah prosedur perizinan dan birokrasi yang tadinya berbelit menjadi relatif lebih dapat diimplementasikan, meskipun belum menjadi benar-benar sempurna.

Hal-hal yang diatur dalam Perpres No. 79/2011 yang membawa kebaikan adalah antara lain:

  • Pemberian kemudahan di bidang Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan perizinan terkait dengan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan karantina.
  • Permohonan untuk memperoleh CAIT dan perizinan terkait dengan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan karantina dapat dilakukan secara elektronik.
  • Pemberian kemudahan dalam proses permohonan dan pemberian CAIT.
  • Pemberian kemudahan di bidang kepelabuhanan apabila masuk dan keluar melalui pelabuhan tertentu (ada 18 pelabuhan di seluruh Indonesia) dapat diubah dengan memperhatikan dinamika kunjungan kapal yacht asing, kesiapan sarana dan prasaranan pendukung untuk memberikan pelayanan dan pengembangan wilayah.
  • Pemasukan kapal wisata (yacht) asing beserta barang dan/atau kendaraan yang dibawa oleh awak kapal diberikan kemudahan di bidang penjaminan dengan menggunakan jaminan tertulis (selain oleh pejabat pemerintah pusat dan daerah) cukup hanya dari penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing atau agen umum.
  • Pemberian izin tinggal kunjungan dalam jangka waktu tertentu (yang dapat diperpanjang) yang diberikan kepada warga negara asing sebagai awak kapal wisata (yacht) asing dimana awak kapal wisata (yacht) asing tidak diwajibkan untuk melakukan pendaftaran orang asing.
  • Pemeriksaan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan serta pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dilakukan secara terpadu di pelabuhan masuk dan pelabuhan keluar.
  • Dalam rangka keselamatan kunjungan kapal wisata (yacht) asing, Pemerintah  mengembangkan sistem pemantauan kapal.  Perlu dicatat bahwa pemantauan ini adalah untuk faktor keselamatan.
  • Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan kemudahan dalam pembangunan marina atau terminal khusus kapal wisata (yacht) asing, kemudahan untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal wisata (yacht), dll.

Langkah yang penting setelah terbitnya Perpres No. 79/2011 ini adalah sosialisasi (agar semua stakeholder memahami reformasi ini) dan implementasi (agar dampak positif bisa segera dinikmati) di lapangan.

Marina sebagai Tempat Berlabuh Kapal Yacht

 

Perpres No. 79/2011 dan Industri Kapal Yacht Nasional

Dengan adanya Perpres No. 79/2011 ini diharapkan akan terjadi kenaikan jumlah kunjungan kapal yacht asing yang pada tahun 2014 menjadi 2000 kapal yacht/tahun seperti disampaikan oleh pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Jumat 30 Maret 2012, pada acara seminar yang bertajuk, “Pariwisata Bahari 4 (empat) Tahun ke Depan” yang diselenggarakan oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) dalam rangkaian acara DEEP Indonesia 2012.

Untuk menantisipasi kedatangan 2000 kapal yacht asing/tahun tentu dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.  Salah satu kebutuhan tersebut adalah adanya marina yang representatif dan juga fasilitas perawatan dan perbaikan kapal yacht yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.  Disinilah timbul peluang untuk pengembangan usaha di bidang-bidang tersebut.  Dengan tuntutan untuk melayani perawatan dan perbaikan kapal yacht asing, maka kalangan industri kapal boat bisa berinteraksi dengan produk kapal-kapal yacht asing yang mempunyai kualitas yang relatif lebih baik. Dari situ kita mempunyai kesempatan untuk belajar teknologi baru dan juga memperbaiki kualitas hasil kerja dan produk dari industri kapal boat dan yacht nasional. Selain itu marina-marina pun bisa bertumbuh di tempat-tempat jalur persingahan dan tujuan kunjungan kapal-kapal yacht asing tersebut. Sebagai perbandingan, di tahun 2010, di Eropa terdapat 4500 marina dengan kapasitas tambat untuk 1,75 juta kapal yacht (Sumber : ICOMIA Statistics Book 2010, seperti tertulis di http://www.europeanboatingindustry.eu/facts-a-figures.html). Betapa industri kapal yacht benar-benar sudah menjadi kekuatan ekonomi tersendiri di Eropa.

Jika populasi yacht asing yang lalu-lalang di Indonesia sudah mulai terasa pertumbuhannya secara signifikan, maka ini juga harus diimbangi dengan pertumbuhan kekuatan dan daya saing industri kapal yacht nasional dalam hal produksi.  Industri produksi kapal yacht ini bisa berupa investasi sarana pembuatan kapal yacht merek internasional di Indonesia (lisensi) dan juga industri kapal yacht hasil rancang bangun bangsa Indonesia sendiri. Perlu dicatat bahwa Thailand dan Vietnam lebih menjadi pilihan bagi investasi asing di bidang pengembangan sarana produksi kapal yacht dengan merek internasional.

Perpres No. 79/2011 dan Yachtsmen Nasional

Dengan dimulainya reformasi birokrasi di bidang kunjungan kapal yacht asing ke Indonesia, maka kita akan banyak melihat dan menyaksikan para yachtsmen (pengguna kapal yacht) asing lalu lalang dengan kapal-kapal yacht mereka.  Lalu apakah kita orang Indonesia hanya menonton?  Bagaimana dengan yachtsmen nasional dan kapal-kapal yacht produksi dalam negeri?

Perlu kita sadari dan akui, bermain ke laut dilakukan sebagian besar hanya oleh masyarakat pesisir tradisional yang memang dari kecil sudah bersinggungan dengan laut di Indonesia ini.  Bagaimana dengan masyarakat yang bukan pesisir apalagi yang urban? Apakah ini karena masalah negara kita adalah negara yang mempunyai kesejahteraan dan daya beli yang belum sekuat negara yang industri yachtnya maju? Mungkin ada benarnya kalau ini masalah yang berkaitan dengan kepemilikan kapal yacht.  Tapi apakah bermain kelaut identik dengan kepemilikan kapal yacht? Apakah bermain ke laut apapun bentuknya itu semata-mata harus diawali dengan kesejahteraan dan daya beli yang kuat?  Atau bukannya logikanya harusnya dibalik, dimana kalau ingin sejahtera dan berdaya beli kuat justru orang Indonesia harus sering main ke laut supaya sadar akan potensi maritim dan mulai bergerak untuk merubah potensi maritim menjadi peluang-peluang yang nyata?

Mengenai daya beli, kita sudah sering melihat mobil-mobil keluaran terbaru (belum tentu harus mewah), motor-motor besar berlalu lalang di kota-kota besar di Indonesia. Dengan daya beli yang sama, para pemilik barang-barang tersebut bisa juga memiliki kapal yacht.  Mengapa itu tidak terjadi?  Mungkin pemerintah juga harus melakukan reformasi birokrasi yang dapat mendukung pertumbuhan industri kapal yacht nasional dan juga minat yachtsmen nasional selain dukungan kepada kunjungan kapal yacht dan para yachtsmen asing.

Dukungan yang diperlukan adalah dalam bidang :

  • Pendidikan; perbanyak materi kelautan dalam sistem pendidikan kita.
  • Standarisasi; sistem mengenai kelaiklautan kapal boat dan kapal yacht nasional.  Ini sudah ada dengan terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) Berbendera Indonesia. Perlu disusun segera sistem implementasi standar ini agar bisa benar-benar memberdayakan kapal non-konvensi lokal beserta para penggunanya.
  • Moneter; sistem pembiayaan industri kapal boat dan kapal yacht nasional.  Pembiayaan kepada sisi industri maupun pembeli (seperti yang sudah berjalan di industri otomotif).
  • Fiskal; insentif bea masuk dan perpajakan untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan industri kapal boat dan kapal yacht.
  • Pengawakan; sistem pengawakan kapal boat dan yacht sehingga sertifikasi pengawakan kapal boat dan yacht bisa dikeluarkan secara bertanggung jawab, dapat diakses oleh masyarakat luas dan diatur dengan baik guna menjamin keselamatan pelayaran.

Industri kapal boat dan yacht nasional yang berkembang akan menimbulkan efek lanjutan yang berantai karena mengandung penguasaan teknologi yang tepat guna, sangat dapat dibentuk dari jaringan industri kecil dan menengah (industri komponen, peraltan dan perlengkapan, dll.), dan dapat menggerakkan kegiatan ekonomi maritim.

Reformasi perizinan dan birokrasi itu salah satu produknya adalah tulisan dalam bentuk peraturan yang menyangkut kebijakan publik.  Bekerjasamalah dengan publik, lihatlah fakta dan kebenaran, bukalah hati nurani, dan dengarkanlah aspirasi masyarakat maka niscaya peraturan-peraturan yang membawa angin segar pun tidak akan sulit dirumuskan, disusun dan diterbitkan.

Mari kita kuatkan komunitas yachting nasional sambil terus bekerja sama dengan komunitas yachting dunia untuk terus mendukung pemerintah dalam usaha menciptakan Indonesia sebagai tujuan wisata utama dunia bagi kapal yacht.