Archive for category Industri Kapal Boat (dan Yacht)

Menciptakan Kapal Boat Seluruhnya dari Plastik High Density Polyethylene (HDPE).

Posted by on Wednesday, 26 February, 2014

Boat-building with Leister

Menciptakana Kapal Boat Seluruhnya dari Plastik High Density Polyethylene (HDPE)

Keberhasilan ide menjadi bisnis contohnya adalah Negara Turki yang menjadi salah satu Negara pembuat Boat dengan material seluruhnya HDPE. inovatif produk untuk membangun kapal yang seluruhnya terbuat dari plastik ( HDPE ) telah dibuat selama lima tahun terakhir.
Pertanyaannya, bagaimana dengan alat-alat yang digunakan untuk mengelas plastik dan bagaimana kualitas penyambungannya ?
Pemilik Pada akhirnya menemukan alat yang sempurna untuk aplikasi pengelasan fabrikasi plastik dari Leister yang ia bisa gunakan untuk mengubah impian menjadi kenyataan, yaitu membuat Boat dari HDPE.
Selanjutnya dilakukan percobaan kekuatan hasil pengelasan dengan teknologi pengelasan ekstrusi.
Setelah dilakukan pengetesan kekuatan sambungan las maka Pemilik berhasil membuat HDPE boat yang pertama dan berhasil mengapung di laut lima tahun yang lalu.

Pemilik bersama 20 tenaga kerja nya saat ini mampu memproduksi 40 buah HDPE boat berbagai ukuran dari panjang 8 meter sampai 24 meter dengan berbagai model ( workboat, Patroli Police, Ambulance, penjaga pantai, dan model lainnya )
Rangka rangka dibuat dari material PE ( Polyethelene ) dikombinasikan dengan pipa HDPE sebagai rangka utama.
Rangka rangka tersebut kemudian dilas satu sama lain untuk membentuk lambung yang solid.
Semua bagian kerangka di las menjadi kontruksi yang kuat dengan menggunakan Leister Hand Extruder.
untuk memastikan semua ruang kosong tidak masuk air jika terjadi kebocoran,mereka mengisi nya dengan EPS (expanded polystyrene).Hasilnya lebih kokoh, tahan lama, ringan dan lincah.
UV-Polyethene dalam bentuk plat dan pipa dengan ketebalan mulai dari 10 mm sampai 50 mm adalah bahan utama konstruksi.
Pipa-pipa disambung mennggunakan metode pengelasan butt welding.
Hand extruders dari Leister digunakan untuk menyambung/las antara frame pipa
dan konstruksi lambung.
Hand Extruder tipe WELDPLAST S4, yang dapat memproduksi hingga 4 kg ekstrudat per jam digunakan untuk me-las sambungan utama rangka dan sambungan yang lebih kecil dapat menggunakan tipe Leister Fusion 3C atau Weldplast S2, sedangkan untuk daerah sambungan yang sulit di jangkau dapat menggunakan handtools Triac AT atau Diode ( untuk detailing ), contohnya untuk pengelasan kabin.
Semua alat las dari Leister sangat mudah di gunakan (www.europa-teknik.co.id )
Indonesia sebagai Negara Maritim sudah saat nya mulai melirik HDPE Boat. Saya yakin Tenaga ahli perkapalan Indonesia menangkap peluang Bisnis ini dan mampu merancang dan membuat HDPE Boat yang bagus untuk kapal patrol pantai, workboat, kapal ambulan dan lainnya.
Banyak refensi pembuat HDPE Boat dapat di lihat;

http://en.nektonbot.com
http://www.elimat.es
http://www.rhinomarineboats.com


Tahapan Pembangunan Phinisi Wisata

Posted by on Saturday, 7 September, 2013

Phinisi dan Sejarahnya

Kapal Phinisi (Phinisi) pada dulunya umumnya digunakan sebagai kapal pengangkut barang (cargo boat), namun pada masa sekarang Phinisi sudah banyak yang dibuat menjadi kapal pesiar atau wisata dengan interior yang mewah, peralatan dan perlengkapan yang modern dan canggih. Sejarahnya lebih lengkap bisa dilihat di Sejarah Phinisi.

 

Lokasi Pembangunan Phinisi Wisata

Bulukumba Sulawesi Selatan dikenal sebagai tempat lahir Phinisi dengan Tanah Beru sebagai pusat industrinya. Tiga desa di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan yaitu Desa Ara, Tanah Beru dan Lemo lemo menjadi pusat pembangunan Phinisi. Bahan baku utama pembuatan Phinisi yang umum digunakan di Bulukumba adalah kayu Besi dan kayu Halaban atau biasa disebut Bitti. Dulunya bahan baku kayu ini masih dapat dengan mudah didapatkan di Sulawesi Selatan. Namun pada saat ini, masyarakat pembuat Phinisi harus memesan dan membeli bahan baku dari daerah lain seperti, Kendari, Ambon dan beberapa wilayah di Timur Indonesia.

Pada perkembangannya Phinisi juga banyak di bangun di Kalimantan dimana salah satu yang terbesar adalah di daerah Batulicin Kalimantan Selatan. Disini Phinisi di bangun oleh orang asal Bulukumba yang merantau ke Kalimantan. Kalimantan yang terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah terutama hutan kayu menjadikan bahan baku (kayu) untuk pembuatan kapal sangat berlimpah. Kayu Ulin dengan kualitas terbaik bisa didapatkan di Kalimantan. Selain di Kalimantan Selatan, ada juga lokasi pembangunan Phinisi yang lain di Kalimantan Timur, tepatnya di Desa Sempayau, Kecamatan Sangkulirang, Kalimantan Timur. Keberadaan kayu Ulin yang melimpah di Kalimantan menjadi salah satu alasan kenapa orang (pembuat Phinisi) dari Bulukumba merantau ke Kalimantan.

Daerah Kendari tepatnya daerah Kolono juga menjadi daerah tujuan pembuat Phinisi untuk melakukan pembangunan kapal, hal ini juga didasari oleh ketersediaan material yang masih mudah di dapat disana. Di daerah ini bahan baku seperti kayu Besi dan Halaban masih bisa dengan mudah didapatkan.

Membangun Phinisi dekat dengan sumber bahan baku akan memberikan keuntungan tersendiri dalam setiap proyek pembangunan kapal yang dilakukan keuntungan tersebut antara lain:

–          Pembuat kapal dapat dengan leluasa memilih kayu dengan kondisi terbaik yang diinginkannya.

–          Pembuat kapal dapat memotong dan membentuk kayu sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

–          Harga kayu jenis yang sama akan relatif lebih murah dan biaya transportnya akan lebih murah jika dibandingkan dengan membuat kapal di Bulukumba dan membeli kayunya dari luar daerah.

–          Secara khusus untuk daerah Kalimantan, pembuat kapal bisa mendapatkan jenis kayu Ulin yang mana menurut orang-orang pembuat kapal dari Bulukumba memiliki kualitas  kekuatan dan ketahanan lebih baik dari kayu-kayu yang lain.

 

Tahapan Pembangunan

Pada setiap proyek pembangunan Phinisi, akan melalui tahapan-tahapan yang berbeda-beda. Namun semua pembangunan tersebut bisa dibagi dalam tiga tahapan besar yaitu:

Tahap 1: Pembangunan konstruksi kayu badan kapal.

Tahap 2: Peluncuran dan Mobilisasi.

Tahap 3: Proses penyelesaian pekerjaan (Finishing).

 

Tahap 1 dilakukan di daratan dimana tujuan utamanya adalah sampai kapal dapat diluncurkan dan dapat mengapung.

Tujuan akhir dari pekerjaan Tahap 1 ini bisa berbeda-beda tergantung bagaimana Tahap 2 akan dilakukan. Apakah mobilisasi ke lokasi finishing dilakukan dengan menarik kapal dengan kapal lain, atau dilakukan dengan berlayar sendiri dengan mesin dan sistem penggerak sendiri. Hal ini bisa dipengaruhi kondisi di lokasi pelaksanaan Tahap 1 yang mungkin sangat jauh sehingga untuk mengirim mesin dan peralatan penggerak utama akan memakan biaya yang sangat besar dan juga ketersediaan peralatan di lokasi yang minim sehingga beresiko tinggi untuk melakukan pemasangan mesin utama.

Tujuan akhir yang berbeda juga bisa disebabkan oleh bagaimana Tahap 3 akan dilakukan. Apakah Tahap 3 akan dilakukan dalam kondisi kapal terapung di air (floating work) atau di naikkan lagi ke dry dock? Jika Tahap 3 akan dilakukan pada kondisi kapal terapung maka semua peralatan kapal yang akan dipasang pada lambung di bawah garis air (Propeller, shaft, stern tube, thru hull dan sea cock, grounding plate, rudder, transducer, sonar, dll) harus dipasang terlebih dahulu. Tetapi jika Tahap 3 dapan dilakukan di dry dock maka pemasangan peralatan kapal pada lambung di bawah garis air bisa dimasukkan menjadi bagian dari pekerjaan pada Tahap 3.

Lokasi di : Bulukumba (Ara, Tanah Beru, Lemolemo), Kendari (Kolono), Kalimantan (Batu Licin, Sangkulirang)

 

Tahap 2 adalah proses peluncuran kapal akan berbeda-beda sesuai dengan lokasinya apakah lokasi di pinggir laut atau sungai. Untuk galangan kapal phinisi pada lokasi-lokasi Tahap 1 di atas masih menggunakan metode peluncuran yang tradisional. Untuk jenis-jenis metode peluncuran kapal dapat dilihat pada Peluncuran dan Docking : Metode Turun-Naik Kapal Boat dari Darat ke Air dan Sebaliknya

 

Proses mobilisasi bisa dilakukan dengan dua cara yaitu:

– Kapal berlayar dengan mesin dan penggerak sendiri (self Propelled)

– Kapal ditarik oleh kapal lain (Kapal Tunda atau kapal lain yang mampu)

 

Sebelum melakukan mobilisasi kapal, kapal perlu dipersiapkan dan dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan minimum untuk berlayar. Peralatan dan perlengkapan yang harus disiapkan antara lain adalah:

– Genset

– Pompa bilga

– Tangki dan Bahan bakar

– Peralatan keselamatan (life bouy, life jacket, life raft, fire extinguisher, dll)

– Tali tambat, tali tarik (untuk penarikan dengan tug boat)

– Jangkar dan rantai

– Awak kapal dan perlengkapannya

– Peralatan komunikasi dan navigasi

– Penerangan di dalam kapal

Kapal dan semua peralatan dan perlengkapannya akan diperiksa oleh pihak syahbandar setempat dan selanjutnya akan diterbitkan Surat Ijin Berlayar.

Satu hal lagi yang perlu kita persiapkan dalam hal mengantisipasi resiko yang mungkin terjadi selama pelayaran adalah jaminan asuransi yang akan mengcover resiko pada saat pelayaran.

 

Tahap 3 adalah pekerjaan pemasangan instalasi mekanikal dan elektrikal yang lengkap, pemasangan sistem layar, pekerjaan interior dan finishing eksterior.

Tahap ini bisa dilakukan pada kondisi kapal terapung (floating work) atau jika memungkinkan bisa juga dilakukan di dry dock.

 

Pertanyaannya adalah kenapa seluruh proses pekerjaan tidak dilakukan pada Tahap 1 saja? Jawabannya bisa berbeda-beda.

Hal ini dilakukan tentu saja berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas pekerjaan. Di lokasi yang sulit dijangkau oleh moda transportasi pengangkutan barang seperti Sangkulirang tentu saja menyelesaikan pekerjaan disana akan membutuhkan biaya yang banyak untuk transportasi peralatan dan juga tentunya resiko kerusakan pada saat transportasi akan lebih besar.

Di lokasi seperti tanah Beru kapal yang konstruksi kayunya sudah selesai akan langsung diluncurkan agar area yang digunakan bisa dipakai kembali untuk pembangunan kapal yang baru.

Kedekatan dengan sumber material, suplai peralatan dan tenaga kerja adalah hal yang menjadi pertimbangan utama mengapa pekerjaan pembangunan kapal Phinisi Wisata dilakukan dalam beberapa tahap dan di lokasi yang berbeda.

Untuk Tahap 3 ini beberapa lokasi yang menjadi tujuan adalah floating area di Bira-Sulawesi Selatan, Serangan-Bali dan Semarang, dan daerah lain seperti dry dock di Banyuwangi yang mulai dilirik oleh para pelaku proyek pembangunan kapal Phinisi Wisata.


Dampak Ekonomi Sektor Perahu Layar dan Wisata di Indonesia

Posted by on Thursday, 23 May, 2013

Dampak Ekonomi Sektor Perahu Layar dan Wisata di Indonesia-coverPenelitian ini dibuat pada tahun 2010 yang diprakarsai rekan-rekan dari Divisi Keel Boat PORLASI (Persatuan Olah Raga Layar Seluruh Indonesia) dan dilakukan oleh Yuramanti, peneliti dari Fakultas Ekonomi UI.  Penelitian ini melihat data-data statistik yang ada di Indonesia, studi regulasi, dan juga studi banding ke Phuket, Thailand dimana dampak ekonomi sektor perahu layar dan wisata (yacht) di sana sudah sangat terasa setelah pemerintah Thailand sadar dan bertindak untuk menggarap potensi ini.

Sebagian dari kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian ini telah dijawab oleh Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2011 Tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing Ke Indonesia

Kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian ini (Bab 7) adalah seperti kutipan di bawah :

7.1.  KESIMPULAN

Analisa Dampak Ekonomi

  • Sampai saat ini kegiatan perahu layar dan wisata belum dimasukkan dalam satu kesatuan sub sektor ekonomi di Indonesia dimungkinkan karena kegiatan ini belum menjadi aktifitas yang rutin dan berkesinambungan bagi perekonomian negara, kemudian kegiatan ini memiliki aktifitas yang luas dan beragam. Studi ini merupakan studi awal bagi dampak ekonomi sektor perahu layar dan wisata di Indonesia dan belum ada kajian potensi ekonomi yang komprehensif akan kegiatan ini di Indonesia.
  • Dengan luasnya definisi dan cakupan perahu layar dan wisata sebagai salah satu kegiatan ekonomi, analisa dampak ekonomi kegiatan perahu layar dan wisata hanya bisa dikaji dengan melihat sub-sub kegiatannya dalam sektor ekonomi seperti sub sektor angkutan laut, jasa penunjang angkutan, jasa perusahaan, jasa pendidikan swasta, hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. Secara lebih umum kegiatan sektor perahu layar dan wisata dapat dikaji melalui aktivitas sektor angkutan air, jasa penunjang angkutan, usaha bangunan & jasa perusahaan, jasa sosial kemasyarakatan, dan jasa lainnya.
  • Analisa dengan Tabel IO Tahun 2005 sektor 66 menggunakan transaksi domestik tanpa memasukan komponen impor menghasilkan multipler kegiatan perahu layar dan wisata sebesar 1,726, yang menunjukan bahwa bahwa setiap kenaikan 1 rupiah permintaan akhir dari sektor ini akan meningkatkan output perekonomian sebesar 1,726 rupiah.
  • Sementara analisa menggunakan transaksi total dengan memasukan komponen impor menghasilkan multipler kegiatan perahu layar dan wisata sebesar 2,120 yang menunjukan bahwa setiap kenaikan 1 rupiah permintaan akhir dari sektor ini (Konsumsi, Investasi, Belanja Pemerintah, Expor, Impor) akan meningkatkan output perekonomian sebesar 2,120 rupiah. Besaran multiplier ini berada ekuivalen di antara sektor peringkat 16 dan 17dari keseluruh 66 sektor. Adanya komponen impor membuat output pengganda dalam perekonomian meningkat cukup signifikan.
  • Adanya perbedaan yang cukup besar pada kedua jenis penghitungan multiplier output dan dikaitkan dengan keterbatasan penyediaan faktor produksi domestik pada negara berkembang maka dapat disimpulkan bahwa komponen barang impor sektor tersebut bersifat non kompetitif.
  • Sektor perahu layar dan wisata memiliki derajat keterkaitan ke hulu sebesar 0,988 dan ke hilir sebesar 1,088. Lebih tingginya derajat keterkaitan ke hilir menunjukkan kekhasan sektor ini yang memiliki lebih banyak dampak ekonomi pada sektor hilirnya dari pada sektor hulunya.
  • Dari hasil dampak multiplier terlihat bahwa pemanfaatan perahu layar dan wisata akan lebih bernilai ekonomi tinggi apabila dijadikan sebagai usaha bangunan & jasa perusahaan dan jasa lainnya daripada hanya dijadikan sebagai komoditas angkutan air. Jika disesuaikan ke dalam klasifikasi tabel IO tahun 2005 sektor 175, sektor perahu layar dan wisata memiliki nilai ekonomi dan multiplier lebih tinggi apabila diolah sebagai jasa perusahaan untuk persewaan alat transportasi tanpa operator, dan kegiatan wisata & olahraga.
  • Dari analisa dampak tenaga kerja ditemukan bahwa untuk memenuhi permintaan akhir terhadap satu unit output sektor perahu layar dan wisata diperlukan tenaga kerja sebanyak 0,0134. Besaran tersebut dapat diartikan bahwa untuk menghasilkan satu juta rupiah output di sektor perahu layar dan wisata diperlukan 0,0134 tenaga kerja.
  • Besaran koefiesien tenaga kerja sektor perahu layar dan wisata berada ekuivalen dengan besaran sektor di peringkat tengah dari total 66 sektor. Hal ini mengindikasikan sektor perahu layar dan wisata memiliki karakteristik sebagai sektor yang cukup padat karya sekaligus padat modal.
  • Dari analisa didapat jumlah tenaga kerja sektor perahu layar dan wisata adalah sebesar 1.848.508 atau hampir 2 persen dari total angkatan kerja seluruh sektor, dan berada ekuivalen di antara sektor peringkat 14 dan 15 dari 66 sektor. Sementara jumlah total output yang dihasilkan tenaga kerja adalah 134.923.327 (juta rupiah), setara 2,26%, atau ekuivalen berada di antara peringkat 17 dan 18 dari total 66 sektor.

Analisa Institusi dan Regulasi

  • Belum adanya payung hukum yang mengatur tentang pleasure yacht di Indonesia.
  • Rumitnya birokrasi bagi pelayar untuk memperoleh izin berlayar dengan adanya sistem CAIT yang sesungguhnya bertentangan dengan Keppres RI no 16 tahun 1971

Tentang Wewenangan Pemberian Izin Berlayar.

  • Adanya kewajiban jaminan yang menyulitkan bagi pelayar dengan adanya ketentuan PMK. No. 140/PMK.04/2007 tentang barang impor sementara bagi kapal layar dan wisata yang akan masuk.
  • Terlalu banyaknya koordinasi yang akan melemahkan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintah dalam pengaturan sektor perahu layar dan wisata dikarenakan banyaknya institusi dan keberagaman unsur yang terlibat mulai dari Departemen Pariwisata, Departemen Luar Negeri, Mabes TNI, sampai Departemen Perhubungan.

Analisa Industri

  • Industri bersifat padat modal, diperlukan biaya yang sangat besar untuk berinvestasi, domesik dan diperlukan banyak komponen impor untuk faktor produksi. Padat ski U: membutuhkan skill yang tinggi untuk mengoperasikan kapal dan mengelola. Tingkat ketidakpastian yang tinggi karena resiko rugi, pengembalian modal lambat, dan berbagai benturan peraturan. Padat teknologi dan membutuhkan SDM yang memiliki penguasaan yang tinggi terhadap teknologi. Padat karya, dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk menggerakkan sektor ini.
  • Dari data permintaan CAIT menurut Departemen Pariwisata & GAHAWISRI, tahun 2007 terdapat 470 penerbitan CAIT, tahun 2008 sejumlah 225, dan tahun 2009 sampai bulan Mei sebesar 122.
  • Permasalah industri ini di Indonesia adalah adanya mekanisme kunjungan kapal yang rumit; masalah pengurusan CAIT dan perizinan VISA; biaya operasional dan perizinan yang mahal; pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPBM); serta belum memadainya infrastruktur dan fasilitas yang mendukung industri perahu layar dan wisata di Indonesia, serta masalah antarmoda.
  • Berdasarkan besarnya nilai multiplier output yang dihasilkan dan juga kharakteristik industrinyanya, dimana masih tergantung faktor produksi impor, maka peningkatan impor merupakan faktor penting yang akan mendorong tumbuhnya output perekonomian. Mekanisme untuk meningkatkan output tersebut bisa dilakukan dengan penghapusan tarif impor atau memberlakukan tarif impor 0%, atau pemberian subsidi. Diharapakan dengan adanya mekanisme tersebut akan menghasilkan peningkatan output yang lebih signifikan dalam perekonomian.

 

Analisa Studi Kasus Sektor Perahu Layar & Wisata Phuket, Thailand

  • Industri wisata perahu layar Thailand sempat mengalami stagnasi ketika pajak impor kapal wisata mencapai 250 persen dan adanya peraturan serta birokrasi yang rumit.
  • Tahun 2003 Pemerintah Thailand mulai mereformasi kebijakan seiring dengan diidentifikasinya adanya potensi besar bagi negara dan prospektif sebagai mesin pertumbuhan pariwisata dari sektor ini, yang sudah pasti menarik perhatian internasional dan mendorong minat dunia untuk berkunjung.
  • Peraturan lama direformasi dengan peraturan baru yang juga menjadikan Phuket sebagai pemimpin di kawasan regional untuk sektor ini; melakukan review atas pajak impor untuk yacht, memberlakukan pajak impor 0%; memperpanjang otomatis satu tahun periode tinggal untuk kapal; mempermudah urusan birokrasi dan imigrasi, menyesuaikan dengan standar internasional; menjadikan Phuket sebagai pemimpin di kawasan regional untuk sektor pariwisata kapal layar dan pesiar.
  • Keunggulan Phuket adalah lokasi strategis, pantai bagus; pelayanan turisme & tenaga kerja yang bagus; regulasi & institusi yang menunjang; investasi yang bagus; infrastruktur yang mendukung (fasilitas Marina, Hub); promosi pemerintah yang gencar.
  • Dari hasil studi lapangan dan wawancara sejumlah pihak terkait, didapat sekitar 135 yacht regular datang setiap bulan ke Phuket dan 100 superyahct setiap tahun, ditambah kunjungan kapal non regular. Pengeluaran wisatawan mencangkup: penginapan, spa, restoran, binatu, transportasi, telekomunikasi, perbaikan kapal, bahan bakar kapal, investasi properti & perhiasan, hiburan. Minimum pengeluaran wisatawan adalah 1000 Bath/hari (30 USD) untuk konsumsi makanan, total 300 USD/hari untuk konsumsi sehari-hari. Untuk Superyahct membelanjakan total 30.000 USD/hari untuk keseluruhan logistik, bahan bakar, perawatan.
  • Dampak ekonomi lain dari sektor ini di Phuket adalah industri perbaikan, dekorasi dan perawatan kapal yang dioperasikan penduduk Phuket sebagai yang terbaik di kawasan Asia (Sunsail & Mooring menghabiskan 200,000 USD/tahun).

 

7.2. REKOMENDASI

Dengan melihat besarnya potensi ekonomi dari sektor perahu layar dan wisata, maka pemerintah sebaiknya menyediakan payung hukum untuk pengelolaan yang lebih efektif dan efisien.

Ubah mekanisme ketentuan dalam PMK. No. 140/PMK.04/2007 tentang jaminan bagi barang impor sementara dengan mekanisme yang tidak memberatkan pelayar untuk datang.

Ubah mekanisme CAIT dengan sistem yang lebih akurat dan efektif untuk mengawasi dan mengendalikan aktifitas kunjungan perahu layar dan wisata di Indonesia. Termasuk juga mekanisme perizinan dan biaya check in bagi kapal yang masuk yang wajib pada setiap port.

Pentingnya peranan faktor impor bagi sektor ini dalam peningkatan output nasional maka diperlukan mekanisme untuk memajukan komponen impor ini, yaitu dengan penghapusan tarif impor atau tarif impor 0%, seperti yang dilakukan oleh Phuket dalam memajukan industri perahu layar dan wisatanya.

Perlu dipikirkan juga mekanisme insentif bagi perusahaan yang terlibar dalam sektor utama perahu layar dan wisata, diantarnya adalah dengan pemberian subsidi atau penghapusan tarif impor barang mewah bagi yacht (pasal 8 UU PPN) yang saat ini masih mencapai 50%, sehingga iklim investasi dan industri sektor ini dapat tumbuh subur. Pengenaan tarif impor yang tinggi pada sektor ini untuk melindungi produksi domestik tidak lah tepat karena barang impor tersebut bersifat non kompetitif disebabkan sektor domestik kurang mampu untuk menyediakan. Tingginya tarif impor akan menjadi hambatan bagi industri ini untuk maju.

Kebutuhan institusi yang kuat dalam melakukan koordinasi antara instansi yang terlibat perlu diperhatikan sehingga bentuk pengawasan dapat dilakukan modifikasi dengan menyerahkan kewenangan secara eksplisit kepada departemen dan kementrian negara yang paling terkait tanpa perlu melibatkan banyak koordinasi dari berbagai unsur.

Perlu adanya upaya pemerintah dalam merencanakan pemanfaatan sektor perahu layar dan wisata secara berkesinambungan dengan pembangunan dan penyediaan infrastruktur serta fasilitas yang memadai bagi sektor ini, seperti terminal bahan bakar, marina, pariwisata dan hiburan, serta moda transportasi penunjang.

  • Keterlibatan Pemerintah dalam pengawasan perlu dioptimalkan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya yang kompeten dan bebas dan praktek korupsi. Disamping itu, Pengawasan dan pembinaan Pemerintah Daerah diperlukan untuk membina keterlibatan masyarakat dalam aktivitas perahu layar dan wisata.
  • Besarnya dampak aktfitas ini pada sektor makroekonomi, maka pemerintah harus bekerja sama dengan perusahaan dalam merencanakan konsep pengelolaan sektor perahu layar dan wisata yang tidak hanya sekedar bagian dari transportasi, namun perlu dipikirkan dan direncanakan kerjasama dalam jasa pariwisata dan hiburan untuk destinasi pelayar.
  • Dalam kegiatan sektor perahu layar dan wisata, perlu diupayakan keterlibatan masyarakat lokal industri dalam serta upaya transfer teknologi kepada masyarakat lokal seperti keterlibatan masyarakat lokal untuk industri penunjang (industri pemeliharaan dan perawatan kapal).

Untuk dokumen penelitian selengkapnya bisa dibuka di link sbb : Dampak Ekonomi Sektor Perahu Layar & Wisata-Yuramanti _Maret 2010-1a


Peluncuran dan Docking : Metode Turun-Naik Kapal Boat dari Darat ke Air dan Sebaliknya

Posted by on Friday, 20 April, 2012

Kapal boat beroperasi di perairan sedangkan kapal boat diproduksi (dibangun dan dikonversi) di darat dan bagian lambung dan komponen kapal yang berada di bawah garis air direparasi (pekerjaan perbaikan dan pemeliharaan) di darat (atau lahan kering).  Timbul persoalan dalam memindahkan kapal boat dari darat/lahan kering ke air dan sebaliknya karena pemindahan ini harus mempertimbangkan banyak hal agar prosesnya tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekitar, juga tidak merusak kapal boat itu sendiri.

Perlu diingat bahwa segala pekerjaan baik dalam produksi dan reparasi selain untuk semua pekerjaan untuk lambung dan komponen kapal yang berada di bawah garis air bisa dilakukan dalam keadaan terapung.

 

Dalam kaitan dengan pemindahan kapal boat antara darat dan air tersebut terdapat dua istilah yaitu:

  • Peluncuran; ini adalah proses dimana kapal yang sedang atau sudah selesai diproduksi (dibangun atau dikonversi) dipindahkan dari darat ke air. Di galangan kapal boat, kapal boat yang belum selesai 100% bisa saja diluncurkan kalau semua pekerjaan bagian bawah garis air telah rampung.  Pekerjaan bagian atas air bisa dikerjakan ketika kapal terapung.  Dengan peluncuran awal ini, lahan di darat di galangan tersebut bisa digunakan untuk proses produksi kapal selanjutnya.

 

  • Docking; ini adalah proses dimana kapal yang akan direparasi dipindahkan dari air ke lahan kering.  Lahan kering ini tidak selalu harus di darat, melainkan bisa di atas dok apung.

 

Kapal boat mempunyai ukuran yang relaitf kecil dari segi volume dan juga beratnya.  Untuk itu, dibanding dengan kapal-kapal besar, ada lebih banyak alternatif untuk proses peluncuran maupun docking kapal boat seperti dijelaskan di bawah.

 

Beaching (Turun Naik ke dan dari Pantai)

Cara ini adalah cara yang paling sederhana dengan memanfaatkan pasang surut air laut dan lahan tepi perairan yang memungkinkan.  Beaching ini melibatkan proses penarikan oleh winch atau tackle dengan kapasitas sesuai.  Pada saat air pasang, kapal didekatkan ke pantai dan dikandaskan atau ditarik ke pantai dengan menggunakan semacam rel untuk kemudian dikerjakan di pantai yang kering.

Peluncuran dan Docking Kapal Boat Tradisional

Untuk meluncurkan kapal, ketika air pasang, kapal diluncurkan ke air dengan menggunakan semacam rel dan digerakan oleh winch atau tackle. Untuk mengurangi sarat air kapal terkadang daya apung kapal ditambah dengan pemasangan dengan drum di lambung kapal.

 

Peluncuran dengan Penggalian

Metode ini banyak digunakan dalam pembangunan kapal kayu tradisional di pinggir sungai.  Setelah kapal selesai dibangun, maka tanah di tempat dimana kapal tersebut berada digalidengan kedalaman yang cukup untuk dibuat kolam buatan sehingga air sungai masuk ke dalam kolam tersebut.  Setelah kedalaman air cukup, kapal mulai ditarik sedikit-sedikit ke sungai dengan menggunakan kapal tunda (tug boat) atau kapal lain.

 

Crane Lift

Ini adalah cara yang sangat sederhana dimana kapal boat dinaikan ke darat atau diturunkan ke air dengan menggunakan crane darat.  Crane ini bisa fixed crane atau mobile crane. Di darat, kapal boat tersebut bisa diletakan di atas dudukan (cradle) yang bisa dipindah-pindahkan atau dudukan tetap (foto menyusul).

 

Travel Lift

Cara ini adalah dengan menggunakan alat pengangkat mekanis yang dibuat bisa bergerak secara bebas (independen) dan mempunyai sumber tenaga sendiri (power pack).  Kapal boat digendong dengan menggunakan sabuk pengangkat (lifting belt).  Alat ini memerlukan dermaga dengan bentuk khusus agar untuk bisa menyediakan jalur pergerakan alat travel lift tersebut.  Travel lift ini bisa bergerak bebas membawa kapal ke posisi parkir di dalam suatu lahan kering.

 

Sloped Slipway (Slipway Miring)

Slipway ini menggunakan bidang miring dimana diatasnya terdapat rel.  Kapal boat yang akan dinaikan ke darat dijemput ke air oleh dudukan yang telah disiapkan sesuai dengan bentuk lambung kapal yang akan dinaikkan.  Dudukan tersebut berada di atas rel dimana ketika posisi kapal boat sudah berada di dudukannya lalu dudukan tersebut ditarik dengan menggunakan winch ke atas slipway sampai keseluruhan kapal boat berada di atas air.  Setelah kapal boat sudah di atas air dan dudukan sudah diposisi yang sesuai maka dudukan tersebut dikunci rodanya sehingga tidak bisa meluncur ke air kembali secara tidak sengaja. Dengan metode docking ini, posisi kapal di atas slipway akan selalu dalam kondisi miring.

 

Curved Slipway (Slipway dengan Kurva)

Curved slipway ini mempunyai prinsip kerja yang sama dengan slipway miring, hanya saja posisi kapal terakhir setelah sampai ke darat adalah dalam posisi rata sejajar dengan permukaan air. Curved slipway ini mempunyai panjang yang lebih menjorok ke laut dibanding slipway miring karena lengkungan kurva harus mempunyai sudut yang landai agar landasan rel dapat mengakomodasi pergerakan dudukan kapal yang dasarnya lurus. (ilustrasi akan menyusul)

 

Boat Lift Platform

Metode ini menggunakan landasan rata yang dinaik turunkan dari air ke atas air dan sebaliknya dengan menggunakan tenaga hidrolis.  Landasan tersebut terdapat rel dimana diatas rel tersebut terdapat dudukan kapal boat yang mempunyai roda dan bisa dipindahkan/digeser melalui rel tersebut. Setelah landasan boat lift sejajar dengan lahan galangan kapal boat, dudukan tersebut yang sudah ada kapal boat di atasnya digeser ke darat dimana di darat juga sudah ada rel dengan ukuran dan jarak lebar yang sama.

 

Dry Dock/Graving Dock (Dok Gali)

Sistem ini mengandalkan kolam berpintu dan pompa untuk memompa air keluar masuk dok gali tersebut. Pada intinya graving dock adalah kolam berpintu dimana pintu tersebut adalah pembatas antara lahan kering dan air. Pintu dok bisa dibuka jika kolam dalam keadaan penuh air karena tekanan di luar dan di dalam kolam akan sama. Dalam keadaan pintu tertutup dan kolam kering, tekanan air di luar kolam akan sangat besar sehingga tidak memungkinkan untuk membuka pintu dok. Jika kapal ingin dimasukan ke dalam dok, maka kolam dalam keadaan penuh air, lalu pintu dok dibuka dan kapal dimasukan.  Sebelumnya sudah disediakan dudukan kapal di dasar dok yang posisinya disesuaikan dengan bentuk lambung kapal yang akan masuk.  Setelah kapal masuk dok (dengan cara ditarik oleh winch) dan posisinya sudah pas, pintu ditutup dan air dipompa keluar kolam sampai kolam kering dan kapal duduk di atas dudukannya.

 

Floating Dock (Dok Apung)

Dok apung pada dasarnya adalah sebuah ponton yang bekerja berdasarkan gerakan apung dan tenggelam.  Dok apung akan tenggelam jika kompartemen ponton diisi air dan akan terapung jika air dalam kompartemen ponton dipompa keluar dan diganti dengan udara. Dok apung yang besar biasanya dilengkapi dengan fasilitas crane di kedua sisinya (port dan starboard) untuk tujuan pengangkatan material dan peralatan kapal.  Jika kapal akan naik dok, maka disiapkan dudukan di atas landasan dok apung tersebut yang posisinya disesuaikan dengan bentuk lambung kapal yang akan masuk. Jika dudukan sudah siap maka dok apung ditenggelamkan sampai kedalaman air cukup untuk masuknya kapal dengan kedalaman sarat air (draft/draught) tertentu.  Setelah dok tenggelam dan siap, kapal ditarik masuk ke atas dok sampai posisinya yang pas lalu dok diapungkan kembali.

 

Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya.  Untuk melihat cara apa yang paling tepat maka harus mempertimbangkan :

  • Kondisi perairan (karakteristik laut, sungai, atau danau).
  • Kondisi landasan (luas, kontur tanah, kekerasan, dll.)  lahan tepi air (water front).
  • Batasan biaya investasi.
  • Batasan biaya operasional (sewa, perawatan, operator, sertifikasi, dll.).
  • Dimensi volume dan berat kapal boat yang akan ditangani.

 

Perlu juga dipikirkan sisitem kawasan industri kapal boat kolektif (boat industry cluster) dimana fasilitas proses peluncuran dan/atau docking bisa dinikmati oleh beberapa galangan kapal boat yang ada dalam kompleks industri yang sama.  Ini akan mengefisienkan biaya dan meningkatakan efektifitas utilisasi fasilitas tersebut.


Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2011 dan Momentum Awal Kebangkitan Industri Kapal Yacht Indonesia

Posted by on Monday, 16 April, 2012

 

Pepatah mengatakan “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”

Setelah menunggu sekian lama maka tanda-tanda akan momentum awal kebangkitan industri kapal yacht di Indonesia menampakan titik terang dengan terbitnya Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2011 Tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing Ke Indonesia   (Perpres No. 79/2011).  Kita harus memberikan penghargaan kepada pihak-pihak baik dalam pemerintahan dan juga komunitas yachting internasional dan nasional yang telah bahu membahu terus bekerja untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan wisata yachting di Indonesia.

Lalu apa kaitannya Perpres tersebut dengan kebangkitan industri kapal yacht nasional? Mari kita bahas secara bertahap di tulisan di bawah ini.

Antara Potensi dan Peluang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan keindahan alam laut, darat dan kekayaan budaya yang menjadikan Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi tujuan wisata utama bagi kapal yacht dunia.    Masalahnya sebagian besar potensi tersebut merupakan anugerah yang sudah disediakan Sang Pencipta tanpa campur tangan manusia (kecuali untuk merawat atau merusaknya).  Campur tangan manusia justru diperlukan untuk menciptakan peluang-peluang dari potensi yang sudah ada dan tersedia tersebut. Apakah Indonesia siap dan mampu menciptakan peluang-peluang tersebut?

Keindahan Maritim Nusantara, Antara Potensi dan Peluang

 

Birokrasi dan Perizinan yang Tidak Kondusif

Namun mengapa peluang-peluang di bidang wisata kapal yacht ini tidak terjadi?  Saat ini kunjungan kapal wisata yacht asing hanya berkisar 200-300an  kapal yacht per tahun untuk wilayah kelautan Indonesia yang begitu luasnya.  Salah satu sebab penjelasannya bisa dibaca di tulisan dari Jannes Eudes Wawa  yang dimuat di Kompas, 1 Juni 2011 berjudul Ironi Kapal Pesiar.

Selain itu, menurut pengalaman para pengguna kapal yacht asing yang sebelumnya pernah mengunjungi wilayah Indonesia, keluhan-keluhan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut :

  • Banyaknya formulir yang harus diisi dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit untuk mengurus Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan pada saat kedatangan. Salah satu pengunjung kehilangan satu hari karena harus sibuk mengisi formulir yang sangat banyak itu pada saat kedatangan.
  • Penerapan pajak impor barang sementara berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.142/PMK.04/2011 dimana kapal yacht asing yang berkunjung dianggap sebagai barang impor sementara dan dapat diberikan pembebasan bea masuk atau keringanan bea masuk. Masalahnya untuk mendapatkan pembebasan bea masuk yang untuk kapal yacht imprortir wajib menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan Barang Impor Sementara. Jumlah jaminan tersebut adalah sebesar bea masuk dan/atau pajak dalam angka impor yang terutang atau yang seharusnya dibayar atas barang impor yang bersangkutan. Jumlah jaminan adalah Bea Masuk (5%), PPN (10%) dan PPnBM yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 620/PMK.03/2004 besarnya adalah 30% untuk perahu layar dengan atau tanpa motor pembantu (Lampiran III), 40% perahu motor untuk pelesir atau olah raga (Lampiran IV), 75% untuk kapal yacht (Lampiran VI)!!!!!
  • Banyaknya instansi pemerintah yang terlibat dalam pemeriksaan kedatangan dan kepergian kapal yacht asing. Salah satu pengunjung menceritakan bahwa saat kedatangan ke Indonesia tahun 2011 kapalnya dinaiki oleh 17 orang petugas dari berbagai instansi yang memeriksa  sangat banyak hal di atas kapal yachtnya (dan cenderung mencari-cari kesalahan) termasuk tanggal kadaluwarsa obat-obatan di kotak P3K!

 

Namun demikian, hal-hal yang menurut mereka, para wisatawan yacht asing, yang membuat Indonesia sangat layak dikunjungi adalah keindahan alam, budaya dan juga sambutan masyarakat.  Jadi Indonesia menurut mereka Indonesia adalah kandiat potensial tujuan wisata kapal yacht kelas dunia dan birokrasi dan perizinan yang berbelitlah yang menyebabkan itu semua tidak terjadi.

 

Logika Argumen Keamanan Negara

Bagaimana dengan argumentasi bahwa birokrasi dan perizinan yang tidak memudahkan kunjungan yacht asing ini adalah demi menjaga keamanan negara?  Kalau dilihat secara geografis, wilayah Indonesia adalah secara alam sudah sangat terbuka.  Tidaklah mungkin kita memasang pagar mengelilingi wilayah laut kita dan tidaklah mudah untuk menciptakan sistem dimana pergerakan kapal boat keluar masuk kapal dari dan ke perairan Indonesia dapat terpantau dalam tiap jengkal wilayah Indonesia.  Lalu apa hubungannya sistem perizinan dan birokrasi yang berbelit dengan keamanan negara?  Semua yang berbelit itu jelas mencegah masuknya yacht asing ke wilayah Indonesia, tapi tidak otomatis membuat pergerakan kapal boat keluar masuk kapal dari dan ke perairan Indonesia dapat terpantau dalam tiap jengkal wilayah Indonesia selama sistem pengawasan yang optimal belum siap.  Artinya, orang-orang ‘nakal’ akan tetap bisa keluar masuk wilayah perairan Indonesia dengan kapal boat mereka tanpa atau dengan adanya birokrasi dan perizinan yang berbelit, namun wisatawan yacht asing yang jelas-jelas mempunyai itikad baik untuk berkunjung akan tercegah untuk berkunjung dan menikmati wilayah laut dan pesisir Indonesia. Ini adalah logika sederhana.

Justru jika banyak orang lalu-lalang di laut, maka banyak mata yang bisa mengawasi apa yang terjadi di laut termasuk saling menolong jika ada keadaan darurat, melihat dan melaporkan kejadian yang mencurigakan, dll.

Kapal Yacht sebagai 'Mata' untuk Keadaan di Laut

 

Reformasi Perizinan dan Brokrasi melalui Perpres No. 79/2011

Perpres No. 79/2011 mengandung beberapa hal yang boleh dikatakan mulai mempermudah prosedur perizinan dan birokrasi yang tadinya berbelit menjadi relatif lebih dapat diimplementasikan, meskipun belum menjadi benar-benar sempurna.

Hal-hal yang diatur dalam Perpres No. 79/2011 yang membawa kebaikan adalah antara lain:

  • Pemberian kemudahan di bidang Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan perizinan terkait dengan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan karantina.
  • Permohonan untuk memperoleh CAIT dan perizinan terkait dengan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan karantina dapat dilakukan secara elektronik.
  • Pemberian kemudahan dalam proses permohonan dan pemberian CAIT.
  • Pemberian kemudahan di bidang kepelabuhanan apabila masuk dan keluar melalui pelabuhan tertentu (ada 18 pelabuhan di seluruh Indonesia) dapat diubah dengan memperhatikan dinamika kunjungan kapal yacht asing, kesiapan sarana dan prasaranan pendukung untuk memberikan pelayanan dan pengembangan wilayah.
  • Pemasukan kapal wisata (yacht) asing beserta barang dan/atau kendaraan yang dibawa oleh awak kapal diberikan kemudahan di bidang penjaminan dengan menggunakan jaminan tertulis (selain oleh pejabat pemerintah pusat dan daerah) cukup hanya dari penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing atau agen umum.
  • Pemberian izin tinggal kunjungan dalam jangka waktu tertentu (yang dapat diperpanjang) yang diberikan kepada warga negara asing sebagai awak kapal wisata (yacht) asing dimana awak kapal wisata (yacht) asing tidak diwajibkan untuk melakukan pendaftaran orang asing.
  • Pemeriksaan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan serta pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dilakukan secara terpadu di pelabuhan masuk dan pelabuhan keluar.
  • Dalam rangka keselamatan kunjungan kapal wisata (yacht) asing, Pemerintah  mengembangkan sistem pemantauan kapal.  Perlu dicatat bahwa pemantauan ini adalah untuk faktor keselamatan.
  • Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan kemudahan dalam pembangunan marina atau terminal khusus kapal wisata (yacht) asing, kemudahan untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal wisata (yacht), dll.

Langkah yang penting setelah terbitnya Perpres No. 79/2011 ini adalah sosialisasi (agar semua stakeholder memahami reformasi ini) dan implementasi (agar dampak positif bisa segera dinikmati) di lapangan.

Marina sebagai Tempat Berlabuh Kapal Yacht

 

Perpres No. 79/2011 dan Industri Kapal Yacht Nasional

Dengan adanya Perpres No. 79/2011 ini diharapkan akan terjadi kenaikan jumlah kunjungan kapal yacht asing yang pada tahun 2014 menjadi 2000 kapal yacht/tahun seperti disampaikan oleh pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Jumat 30 Maret 2012, pada acara seminar yang bertajuk, “Pariwisata Bahari 4 (empat) Tahun ke Depan” yang diselenggarakan oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) dalam rangkaian acara DEEP Indonesia 2012.

Untuk menantisipasi kedatangan 2000 kapal yacht asing/tahun tentu dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.  Salah satu kebutuhan tersebut adalah adanya marina yang representatif dan juga fasilitas perawatan dan perbaikan kapal yacht yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.  Disinilah timbul peluang untuk pengembangan usaha di bidang-bidang tersebut.  Dengan tuntutan untuk melayani perawatan dan perbaikan kapal yacht asing, maka kalangan industri kapal boat bisa berinteraksi dengan produk kapal-kapal yacht asing yang mempunyai kualitas yang relatif lebih baik. Dari situ kita mempunyai kesempatan untuk belajar teknologi baru dan juga memperbaiki kualitas hasil kerja dan produk dari industri kapal boat dan yacht nasional. Selain itu marina-marina pun bisa bertumbuh di tempat-tempat jalur persingahan dan tujuan kunjungan kapal-kapal yacht asing tersebut. Sebagai perbandingan, di tahun 2010, di Eropa terdapat 4500 marina dengan kapasitas tambat untuk 1,75 juta kapal yacht (Sumber : ICOMIA Statistics Book 2010, seperti tertulis di http://www.europeanboatingindustry.eu/facts-a-figures.html). Betapa industri kapal yacht benar-benar sudah menjadi kekuatan ekonomi tersendiri di Eropa.

Jika populasi yacht asing yang lalu-lalang di Indonesia sudah mulai terasa pertumbuhannya secara signifikan, maka ini juga harus diimbangi dengan pertumbuhan kekuatan dan daya saing industri kapal yacht nasional dalam hal produksi.  Industri produksi kapal yacht ini bisa berupa investasi sarana pembuatan kapal yacht merek internasional di Indonesia (lisensi) dan juga industri kapal yacht hasil rancang bangun bangsa Indonesia sendiri. Perlu dicatat bahwa Thailand dan Vietnam lebih menjadi pilihan bagi investasi asing di bidang pengembangan sarana produksi kapal yacht dengan merek internasional.

Perpres No. 79/2011 dan Yachtsmen Nasional

Dengan dimulainya reformasi birokrasi di bidang kunjungan kapal yacht asing ke Indonesia, maka kita akan banyak melihat dan menyaksikan para yachtsmen (pengguna kapal yacht) asing lalu lalang dengan kapal-kapal yacht mereka.  Lalu apakah kita orang Indonesia hanya menonton?  Bagaimana dengan yachtsmen nasional dan kapal-kapal yacht produksi dalam negeri?

Perlu kita sadari dan akui, bermain ke laut dilakukan sebagian besar hanya oleh masyarakat pesisir tradisional yang memang dari kecil sudah bersinggungan dengan laut di Indonesia ini.  Bagaimana dengan masyarakat yang bukan pesisir apalagi yang urban? Apakah ini karena masalah negara kita adalah negara yang mempunyai kesejahteraan dan daya beli yang belum sekuat negara yang industri yachtnya maju? Mungkin ada benarnya kalau ini masalah yang berkaitan dengan kepemilikan kapal yacht.  Tapi apakah bermain kelaut identik dengan kepemilikan kapal yacht? Apakah bermain ke laut apapun bentuknya itu semata-mata harus diawali dengan kesejahteraan dan daya beli yang kuat?  Atau bukannya logikanya harusnya dibalik, dimana kalau ingin sejahtera dan berdaya beli kuat justru orang Indonesia harus sering main ke laut supaya sadar akan potensi maritim dan mulai bergerak untuk merubah potensi maritim menjadi peluang-peluang yang nyata?

Mengenai daya beli, kita sudah sering melihat mobil-mobil keluaran terbaru (belum tentu harus mewah), motor-motor besar berlalu lalang di kota-kota besar di Indonesia. Dengan daya beli yang sama, para pemilik barang-barang tersebut bisa juga memiliki kapal yacht.  Mengapa itu tidak terjadi?  Mungkin pemerintah juga harus melakukan reformasi birokrasi yang dapat mendukung pertumbuhan industri kapal yacht nasional dan juga minat yachtsmen nasional selain dukungan kepada kunjungan kapal yacht dan para yachtsmen asing.

Dukungan yang diperlukan adalah dalam bidang :

  • Pendidikan; perbanyak materi kelautan dalam sistem pendidikan kita.
  • Standarisasi; sistem mengenai kelaiklautan kapal boat dan kapal yacht nasional.  Ini sudah ada dengan terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) Berbendera Indonesia. Perlu disusun segera sistem implementasi standar ini agar bisa benar-benar memberdayakan kapal non-konvensi lokal beserta para penggunanya.
  • Moneter; sistem pembiayaan industri kapal boat dan kapal yacht nasional.  Pembiayaan kepada sisi industri maupun pembeli (seperti yang sudah berjalan di industri otomotif).
  • Fiskal; insentif bea masuk dan perpajakan untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan industri kapal boat dan kapal yacht.
  • Pengawakan; sistem pengawakan kapal boat dan yacht sehingga sertifikasi pengawakan kapal boat dan yacht bisa dikeluarkan secara bertanggung jawab, dapat diakses oleh masyarakat luas dan diatur dengan baik guna menjamin keselamatan pelayaran.

Industri kapal boat dan yacht nasional yang berkembang akan menimbulkan efek lanjutan yang berantai karena mengandung penguasaan teknologi yang tepat guna, sangat dapat dibentuk dari jaringan industri kecil dan menengah (industri komponen, peraltan dan perlengkapan, dll.), dan dapat menggerakkan kegiatan ekonomi maritim.

Reformasi perizinan dan birokrasi itu salah satu produknya adalah tulisan dalam bentuk peraturan yang menyangkut kebijakan publik.  Bekerjasamalah dengan publik, lihatlah fakta dan kebenaran, bukalah hati nurani, dan dengarkanlah aspirasi masyarakat maka niscaya peraturan-peraturan yang membawa angin segar pun tidak akan sulit dirumuskan, disusun dan diterbitkan.

Mari kita kuatkan komunitas yachting nasional sambil terus bekerja sama dengan komunitas yachting dunia untuk terus mendukung pemerintah dalam usaha menciptakan Indonesia sebagai tujuan wisata utama dunia bagi kapal yacht.


Buku Non Convention Vessel Standard (NCVS) Kapal Berbendera Indonesia Edisi 2009 online

Posted by on Thursday, 12 April, 2012

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) berbendera Indonesia, maka pemerintah sudah memiliki Buku NCVS Edisi 2009 yang berisikan :

Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Konstruksi
Bab 3 Peralatan
Bab 4 Perlengkapan Keselamatan
Bab 5 Permesinan Dan Kelistrikan
Bab 6 Garis Muat
Bab 7 Pengukuran Kapal
Bab 8 Pengawakan
Bab 9 Manajemen Operasional

Salinan mengenai buku ini bisa dilihat dan didownload di http://www.sertifikasintr.org/view_content/1-73-buku_ncvs.ntr . Untuk mendiskusikan mengenai buku NCVS ini kita bisa urun rembug di Forum BoatIndonesia.com di kategori topik ‘Peraturan dan Regulasi Kapal Boat’

Sedangkan mengenai kapal non-konvensi, dibawah ini ada tulisan yang sedikit menjelaskan mengenai hal tersebut seperti yang sudah ditulis di tulisan ‘Kelaiklautan Kapal Boat’ di BoatIndonesia.com sebelumnya.

 

Kapal Non-Konvensi dan Kapal Boat

Kapal boat sebagai obyek dari peraturan-peraturan berkaitan dengan kelaiklautan kapal ini harus dilihat secara pas dan tepat.  Apakah misalnya kapal dengan geladak terbuka dengan panjang hanya 8 meter harus memenuhi semua peraturan internasional dan nasional yang sama dengan yang diterapkan kepada kapal tanker dengan tonase 3500 DWT? Lalu dimana batasannya?

Melihat batasan yang terukur dan definitif untuk kapal boat berkaitan dengan penerapan peraturan dan standar kelaiklautan kapal adalah dengan cara memahami suatu istilah yang disebut sebagai ‘kapal non-konvensi’. Kapal non-konvensi adalah kapal-kapal dengan kriteria tertentu yang tidak tercakup dalam pemenuhan persyaratan-persyaratan yang tertuang di dalam konvensi-konvensi IMO.  Peraturan yang mencakup kapal non-konvensi diatur oleh peraturan dan perundang-undangangan yang ditetapkan dan belaku di masing-masing negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh direktorat maritim sebagai instansi Flag State.

Akhirnya, Pemerintah Republik Indonesia, tertanggal 17 September 2009 (tanggal yang bersejarah bagi kemajuan industri kapal boat), sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) berbendera Indonesia. Yang berlaku untuk kapal-kapal domestik yang berlayar di perairan Indonesia. Standar ini meliputi:

  • konstruksi/bangunan kapal dan stabilitas kapal;
  • perlengkapan;
  • peralatan;
  • permesinan dan pelistrikan;
  • garis muat;
  • pengukuran kapal;
  • pengawakan;
  • manajemen operasional (manajemen keselamatan dan keamanan kapal) dan perlindungan lingkungan maritim.

 

Menurut standar ini, penerapan standar ini adalah kepada seluruh kapal non-konvensi berbendera Indonesia baik kapal lama maupun baru yang tidak diatur dalam konvensi internasional termasuk dan tidak terbatas pada:

  • Seluruh kapal niaga yang tidak belayar ke luar negeri.
  • Kapal-kapal niaga berukuran di bawah 500 GT yang berlayar ke luar negeri.
  • Kapal-kapal yang tidak digerakkan dengan tenaga mekanis (tongkang, pontoon dan kapal layar).
  • Kapal-kapal kayu (KLM) dan kapal kayu dengan mesin penggerak.
  • Kapal penangkap ikan.
  • Kapal pesiar.
  • Kapal-kapal yang dibangun memenuhi persyaratan kebaharuan (NOVEL),
  • Kapal negara yang difungsikan untuk niaga.
  • Semua kapal yang ada dan mengalami perubahan fungsi.

 

Standar ini tidak diterapkan untuk:

  • Kapal pesiar (cruise) yang digunakan untuk perniagaan (sudah dicakup dalam konvensi internasional).
  • Kapal perang.
  • Kapal negara.

 

Standar Kapal Non-Konvensi (Non-Convention Vessel Standard/NCVS). Aturan NCVS ini dibuat atas dasar kerja sama pemerintah RI dan Australia dalam kerjasama yang ada di dalam program Indonesian Transport Safety Assistance Package (ITSAP, www.atsb.gov.au/about_atsb/international.aspx)  dari Australian Transport Safety Bureau (ATSB, www.atsb.gov.au). Penyusunan NCVS ini dilakukan bersama oleh pihak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan RI dan Australian Maritime Safety Authority (AMSA, www.amsa.gov.au). Saat ini NCVS sedang memasuki persiapan untuk tahap entry into force.


Tim BoatIndonesia.com hadir di Stan No. A23, DEEP Indonesia 2012, JCC, 29 Maret – 1 April 2012

Posted by on Tuesday, 27 March, 2012

Rekan-rekan sekalian, Tim BoatIndonesia.com akan hadir di Stan No. A23, DEEP Indonesia 2012, Assembly Hall, Jakarta Convention Center, 29 March 1 April 2012.

Silakan berkunjung untuk kopi darat dengan kami di sana.


Pemilihan dan Pengaturan Lokasi Galangan Kapal Boat

Posted by on Monday, 26 March, 2012

Galangan kapal boat adalah tempat dimana kapal boat dibangun, dikonversi, dipelihara dan diperbaiki.  Jadi kalau dilihat pembagian (lihat tulisan ‘Mengenai Galangan Kapal Boat’ di BoatIndonesia.com) berdasarkan jenis pekerjaannya, maka ada dua jenis kelompok utama galangan kapal boat yaitu :

  • Galangan kapal boat produksi (bangunan baru dan konversi)
  • Galangan kapal boat reparasi (pemeliharaan dan perbaikan)

Kedua jenis pekerjaan galangan kapal boat tersebut membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam penentuan dan pengelolaan keempat komponen utama pembentuknya (lingkungan, manusia, pengetahuan, dan fasilitas). Apakah satu galangan kapal boat bisa melakukan kedua jenis kelompok pekerjaan produksi dan reparasi? Jawabannya adalah tentu bisa, asalkan dari awal memang disiapkan untuk itu.

Apa saja perbedaan karakteristik antara pekerjaan bangunan baru dan reparasi?  Jawabannya bisa dilihat dalam tabel di bawah ini.

 

No.

Produksi

Reparasi

Catatan

1.

Material :

 

Membutuhkan material yang lebih banyak karena membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada.

Membutuhkan material yang lebih sedikit karena memperbaiki dan memelihara sesuatu yang sudah ada.

Volume material berimbas kepada sistem dan manajemen pembelian, arus keluar masuk material, termasuk penyimpanannya.

2.

Pemakaian Lahan :

 

Waktu pemakaian lahan galangan untuk peletakan kapal boat yang dikerjakan relatif lebih panjang  untuk tiap kapal karena produksi memakan waktu lebih panjang.

Waktu pemakaian lahan galangan untuk peletakan kapal boat lebih singkat untuk tiap kapal karena pekerjaan reparasi memakan waktu lebih pendek.

Tergantung ukuran kapal boat yang diproduksi dan volume pekerjaan reparasi.

 

Perlu diingat, pekerjaan di atas garis air bisa dilakukan terapung, pekerjaan di bawah garis air harus dikerjakan di dok (apapun jenis doknya).

3.

Volume Pekerjaan :

 

Volume pekerjaan per kapal boat lebih banyak (mencakup konstruksi, instalasi, interior, dll.), namun galangan  bisa menangani jumlah kapal yang lebih sedikit dalam satu kurun waktu.

Volume pekerjaan dan waktu pengerjaan reparasi per kapal boat bisa relatif sedikit namun galangan bisa menangani  jumlah kapal boat yang banyak dalam satu kurun waktu.

Tergantung ukuran kapal boat, dan ukuran lahan galangan.

4.

Lingkungan

 

Untuk pekerjaan bangunan baru dampak terhadap lingkungan bisa lebih diantisipasi karena proses produksi sejak awal dikontrol oleh galangan.

 

Untuk pekerjaan konversi galangan akan berurusan dengan kapal boat yang sudah ada, namun sejak awal sudah bisa disurvey dan disiapkan tindakan antisipasi dampak lingkungannya.

Dampak terhadap lingkungan lebih perlu diantisipasi karena galangan akan menangani  kapal boat yang sudah jadi dan beroperasi dengan kondisi awal yang diluar kontrol galangan.

 

Pekerjaan reparasi bisa datang mendadak karena permasalahan teknis pada kapal boat (kerusakan teknis atau kerusakan akibat kecelakaan).  Waktu yang diperlukan untuk perencanaan pekerjaan bisa sangat  pendek kalau kapal tersebut diharapkan bisa beroperasi kembali dalam waktu yang singkat.

5.

Metodologi

 

Produksi kapal mempunyai metode yang berbeda dengan reparasi.

Produksi benar-benar memasang dan membangun dan urutan pekerjaan bisa dirancang sejak awal.

Reparasi kapal mempunyai metode yang berbeda dengan produksi. Reparasi biasanya berkaitan dengan pekerjaan bongkar dan pasang.  Bongkar mempunyai teknik tersendiri karena proses bongkar tidak boleh menyebabkan masalah baru. Urutan pekerjaan harus menyesuaikan dengan kondisi kapal boat yang akan dikerjakan.

Metodologi pengerjaan produksi belum tentu bisa diterapkan di pengerjaan reparasi dan sebaliknya.

6.

Sumber Daya Manusia

 

Keahlian dan pengetahuan harus sesuai dengan sifat-sifat dengan pekerjaan produksi.

Keahlian dan pengetahuan harus sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan reparasi.

Biasanya orang yang sudah biasa dan berpengalaman dalam pekerjaan produksi belum tentu bisa mengerjakan pekerjaan reparasi dan sebaliknya.

 

Jika semua faktor persyaratan kelaikan pembuatan galangan kapal boat sudah dipenuhi dan tinggal memilih lokasi, lalu apakah  lokasi galangan kapal boat harus di pesisir dengan akses langsung ke perarian (laut, sungai, dll)? Jawabannya adalah tergantung dari ukuran kapal boat dan pilihan akses alternatif selain tepi air (waterfront) yang tersedia.  Hal ini bisa dihitung untung ruginya.
Pengujian Kapal Boat (Sea Trial)

Untuk kapal boat dengan jenis dan desain yang belum pernah diuji sebelumnya, maka uji coba berlayar adalah sangat vital.  Uji coba ini dilakukan di air (laut, sungai atau danau) dengan kondisi alam yang sesuai dengan kondisi operasional kapal boat yang sesungguhnya.  Dalam hal ini, akses ke tepi air sangatlah penting.

 

Galangan Kapal Boat Di Darat

Selama kapal boat mempunyai ukuran (dimensi dan berat) yang bisa dipindahkan melalui jalan darat (ukuran dan kapasitas jalan memadai) ke perairan terdekat dengan akses dan fasilitas turun-naik kapal boat yang memadai, galangan kapal boat tidak harus berada di tepi perairan.  Namun sebaiknya galangan kapal boat di darat tetap mempunyai akses yang baik dengan pihak yang mempunyai lahan di tepi perairan dengan fasilitas memadai tersebut agar galangan tersebut bisa memanfaatkan lahan tersebut dengan baik sesuai dengan keperluan.  Kegiatan mobilisasi kapal boat lewat darat jika harus bolak-balik antara galangan dan perairan akan menimbulkan biaya tersendiri.

Pengangkutan kapal boat 10 meter melalui jalan darat

 

Galangan Kapal Boat Di Tepi Perairan (Laut, Sungai atau Danau)

Jika galangan kapal boat terletak di tepi perairan yang mempunyai kondisi alam yang sesuai (kontur tanah, pasang surut air, arus, gelombang, kedalaman, dll.) dan akses darat yang baik (untuk logsitik material, perlengkapan, dan peralatan) maka lokasi galangan ini adalah ideal dari segi teknis karena akses turun naik kapal boat dari air ke darat dan sebaliknya akan lebih terjamin.  Namun faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi bukan hanya teknis semata, ada juga faktor ekonomis, sosial, dan lingkungan hidup.

Galalangan kapal boat tepi sungai

 

Pemanfaatan Sungai sebagai Lokasi Galangan Kapal Boat

Salah satu persyaratan teknis dari perairan dimana galangan kapal boat di daerah pesisir adalah masalah kondisi ketenangan permukaan air. Jika di laut, daerah perairan harus tenang dan ini bisa didapatkan dengan memanfaatkan perlindungan alam (teluk) atau pembuatan perlindungan buatan (break water). Masalahnya adalah perlindungan alam itu keberadaannya terbatas (sesuai keaadaan alam) dan pembangunan break water memerlukan biaya yang tinggi.

Salah satu optimalisasi wilayah pesisir untuk pengembangan lokasi galangan kapal adalah dengan memanfaatkan sungai.  Sungai relatif mempunyai ketenangan permukaan yang baik, namun dengan arus yang  terus menerus ada.  Arus bisa menjadi permasalahan tersendiri untuk metode naik turun kapal (dari dan ke darat) tertentu. Sungai dengan lebar dan dalam yang cukup dan yang punya akses ke laut yang baik (kedalaman cukup, tidak terbatas oleh tinggi jembatan yang melintas, dll.) adalah sangat potensial untuk daerah pesisirnya dimanfaatkan sebagai lokasi galangan kapal boat.  Bahkan jika direncanakan dengan baik (faktor teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan hidup), bisa dibangun kanal-kanal buatan di pesisir sungai utama untuk menambah daerah tepi air untuk lokasi galangan kapal boat.

Dibawah adalah ilustrasi bagaimana lahan tepi sungai dengan luasan yang sama bisa dimanfaatkan dengan berbagai macam pilihan tata letak kompleks industri galangan kapal boat.

Yang terpenting dalam pemilihan lokasi adalah kelayakan dari segi teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan hidup.  Jika dari kelayakan tersebut disimpulkan bahwa suatu galangan kapal boat tidak perlu dibuat di tepi perairan, maka jangan ragu untuk membuat galangan kapal boat di darat yang mempunyai kelayakan yang lengkap.


Mengenai Galangan Kapal Boat

Posted by on Saturday, 3 December, 2011

Tulisan ini dibuat untuk berbagi pemikiran mengenai posisi galangan kapal boat dalam lingkungan dia berada dan interaksinya dengan faktor-faktor internal maupun eksternal yang berkaitan dan berpengaruh. Dengan memahami posisi ini, maka diharapkan para pemangku kepentingan bisa melihat dimana masing-masing dari mereka bisa berperan dalam mengelola faktor-faktor tersebut untuk suatu tujuan menciptakan galangan kapal boat yang menghasilkan produk-produk dan hasil kerja yang bisa dipertanggung jawabkan (kualitas, biaya dan waktu) dan juga tentunya harus laik laut. Galangan-galangan kapal boat seperti inilah yang akan menjadi galangan kapal boat dengan daya saing tinggi.

Komponen Utama Galangan Kapal Boat

Pertama yang ingin disampaikan adalah komponen apa sajakah yang membentuk sesuatu galangan kapal boat tersebut?  Ada empat komponen utama, yaitu :

  • Lingkungan; keadaan dari tempat dimana galangan kapal boat berada dan ini mencakup keadaan sosial-budaya (masyarakat, otortias, regulasi, dll.) dan alam (lingkungan hidup).
  • Manusia; sebagai yang mengatur dan mengendalikan kegiatan-kegiatan di galangan kapal boat. Manusia haruslah dilihat sebagai suatu mahluk dengan karakternya yang utuh, yaitu:

.           – Kemampuan fisik,

.           – Kemampuan intelektual (IQ),

.           – Ketangguhan mental dan kematangan emosional (EQ)

.           – Kedewasaan spiritual (SQ).

  • Fasilitas; sebagai faktor yang membantu dan mendukung jalannya pekerjaan di galangan kapal boat. Fasilitas ini termasuk :

.            – Fasilitas produksi : dok, alat penanganan material, alat kerja, dll.

.            – Fasilitas operasional : kantor, gudang, dll.

.            – Fasilitas pendukung lainnya.

  • Pengetahuan; sebagai dasar untuk galangan bisa berfungsi dengan baik. Pengetahuan bisa dibagi ke dalam 3 kelompok sebagai berikut :

.            – Menajemen Umum : pemasaran, keuangan dan operasi.

.           – Manajemen Proyek : integrasi, lingkup, waktu, biaya, kualitas, sumber daya manusia, komunikasi, resiko, dan  pengadaan.

.           – Teknologi dan Metodologi : dasar-dasar kapal boat, bangunan baru dan konversi, serta pemeliharaan dan perbaikan

Galangan kapal boat adalah sebuah sistem

Keempat komponen ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan saling terkait.  Ini bukan merupakan pilihan sebagian dari semuanya, melainkan satu paket yang utuh yang mutlak harus dikembangkan dan diatur (managed). Galangan kapal boat sebagai suatu sistem harus bisa dikelola secara bijak dalam mengatur hubungan antara keekmpat komponen utama tersebut agar fungsi galangan kapal boat sebagai penyedia jasa dan penghasil produk bisa berfungsi dengan baik dan sehat.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa galangan kapal boat adalah suatu sistem (yang tidak sederhana) yang dibuat, pada umumnya, adalah untuk tujuan bisnis (menghasilkan produk dan/atau hasil kerja yang dijual).

4 Komponen Utama Galangan Kapal Boat

Jasa-Jasa Pekerjaan yang Ditawarkan oleh Galangan Kapal Boat

Lalu yang kedua adalah mengenai pekerjaan apa saja yang dikerjakan di galangan kapal boat ini yang lalu kemudian menjadi jasa-jasa yang ditawarkan.  Keempat komponen utama di atas dikembangkan dan diatur agar galangan kapal boat bisa mengerjakan tugas pokoknya dalam memenuhi kebutuhan dari kapal boat akan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:

  • Bangunan Baru; pekerjaan dimana kapal boat dibuat mulai dari penerimaan rancangan (gambar, perhitungan dan laporan) sebagai input sampai dengan kapal boat sebagai hasil akhir diserahkanterimakan kepada pemesan.
  • Konversi; pekerjaan dimana kapal yang sudah ada diubah menjadi kapal yang berbeda dengan fungsi yang sama mauoun berbeda dengan mempertahankan sebagian dan atau seluruh konstruksi utama dan sistem kapal.
  • Perbaikan; pekerjaan yang membuat sesuatu yang tidak dapat berfungsi dengan baik di kapal boat jadi kembali berfungsi seperti semula atau bahkan lebih baik.
  • Pemeliharaan; pekerjaan yang membuat sebuah kapal boat dalam keadaan selalu siap beroperasi dan laik laut.

Galangan kapal boat dan proyek kapal boat

Proyek Kapal Boat

Hal ketiga, mari melihat apa yang membuat galangan kapal boat dapat berkembang dan hidup.  Sesuai dengan pembahasan jenis-jenis jasa pekerjaan-pekerjaan di atas maka dapat dilihat bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebutlah yang bisa membuat galangan kapal boat sebagai suatu sistem bisa mengembangkan kemampuan dan kehandalan semua komponen sistemnya dan secara komersial bisa bertahan hidup dan juga bertumbuh.

Bagaimana galangan kapal boat bisa mendapat pekerjaan?  Pekerjaan timbul karena adanya proyek kapal boat sesuai jasa pekerjaan yang ada.  Proyek kapal boat tersebut timbul akibat dari paduan antara galangan kapal boat dan adanya pesanan dari pemilik kapal boat.  Pesanan tersebut bisa didapatkan oleh galangan kapal boat karena hasil kerja dari salah satu bidang dari sistem galangan kapal boat, yaitu bidang pemasaran (marketing) dan juga penjualan (sales).

Namun perlu diingat, keberhasilan dari suatu proyek kapal boat tidak hanya merupakan hasil kerja dari bidang pemasaran dan penjualan saja, melainkan sinergi dari semua bidang kerja di galangan kapal boat yang tersatukan dalam sebuah manajemen proyek yang handal.  Proyek kapal boat adalah, seperti proyek lain, mempunyai karakter yang khas sebagai suatu kegiatan (non rutin) di galangan kapal boat yang mempunyai  tujuan dan sasaran tertentu, dan membutuhkan keahlian tertentu serta dibatasi oleh batasan waktu dan anggaran tertentu. Tujuan dari proyek kapal boat adalah menghasilkan produk dan/atau hasil pekerjaan yang memenuhi capaian-capaian dari segi waktu, biaya, kualitas dan lingkup yang telah disepakati oleh galangan kapal boat dan pemilik kapal dalam suatu kontrak proyek kapal boat.

Dalam sebuah proyek kapal boat, banyak pemangku kepentingan (stakeholder) yang berperan dalam jalannya proyek sejak pengawalan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, serta pengakhiran proyek.  Proyek yang dikelola (managed) dan dipimpin (led) dengan baik akan dapat mengatur semua pemangku kepentingan yang ada demi tercapainya tujuan proyek.

Proyek kapal boat dan komponennya

Proyek kapal boat yang sejak awal diciptakan dengan semangat untuk menghasilkan kapal boat yang bertanggung jawab dan laik laut dan mempunyai tujuan proyek yang lengkap, realistis dan seimbang (waktu, biaya, kualitas dan lingkup) akan sangat mengasah kemampuan galangan kapal boat sebagai sebuah sistem dimana semua komponennya akan bekerja dan berfikir secara bahu-membahu, tidak mudah menyerah, dengan semangat mencari solusi untuk pencapaian yang terbaik dan optimum. Sebaliknya, jika sejak awal proyek kapal boat diciptakan untuk tujuan yang tidak lengkap, realistis dan seimbang (hanya memikirkan penghematan biaya saja, menghasilkan profit sebesar-besarnya saja, ingin menciptakan kapal dengan kualitas tinggi tanpa mengontrol biaya, hanya memikirkan komisi pemasaran dan penjualan saja, atau yang lainnya), maka pada akhirnya akan sulit untuk menghasilkan produk dan/atau hasil pekerjaan kapal boat yang bertanggung jawab serta laik laut.

Galangan Kapal Boat Yang Tepat Untuk Pekerjaan Yang Tepat

Persoalan keempat adalah bagaimana mempertemukan galangan kapal boat yang tepat untuk pekerjaan yang tepat.  Setiap galangan kapal boat mempunyai karakternya sendiri-sendiri dan setiap jenis kapal boat dan proyek kapal boat pun demikian. Untuk melengkapi sudut pandang, ada baiknya juga kita baca bersama tulisan berjudul “Proses Rencana-Rancang-Bangun Kapal Boat” yang sudah ditampilkan di BoatIndonesia.com sebelumnya.

Sifat galangan kapal boat secara umum adalah sebagai kontraktor, ingin mengerjakan secepatnya, dengan biaya seefisien mungkin (selalu ada biaya tambahan untuk pekerjaan perubahan dan tambahan), dengan kualitas yang tidak lebih dari sasaran yang tertuang dari kontrak proyek kapal (agar tidak merugi).  Sedangkan karakter pemilik kapal (pemesan) secara umum adalah ingin mendapatkan hasil yang terbaik (kalau bisa mendapatkan lebih baik dari sasaran yang tertuang dari kontrak proyek kapal tanpa biaya tambahan), biaya yang terjangkau, dan penerjaan tepat waktu. Kesemua karakter ini adalah wajar dan bukan benar atau salah kalau dilihat secara menurut kepentingan masing-masing pihak.  Yang akan menjadi acuan untuk benar atau salahnya suatu pendapat/sudut pandang adalah kesepakatan (kontrak) yang dibuat antara galangan kapal boat dan pemilik kapal sebelum proyek kapal boat dimulai.

Lalu pertanyaannya kontrak seperti apakah yang baik bagi galangan kapal boat maupun pemilik kapal? Yang menjadi penting adalah kesamaan pemahaman untuk hal-hal pokok sebagai berikut :

  • Lingkup ; pekerjaan (scope of work) dan hasil kerja (scope of deliverable) dari proyek.
  • Waktu; sasaran lama waktu pekerjaan dan apa-apa saja yang mempengaruhinya
  • Biaya; sasaran besarnya biaya proyek dan dan apa-apa saja yang mempengaruhinya
  • Kualitas; definisi kualitas dan apa-apa saja yang mempengaruhinya

 

Perlu diingat juga bahwa sesuai penjelasan sebelumnya di atas, maka yang perlu dipertimbangkan adalah kecocokan antara karakter galangan kapal boat sesuai dengan keahlian pekerjaannya (apakah bangunan baru, konversi, perbaikan atau pemeliharaannya) dan jenis kapal boat yang akan dikerjakan (lihat diagram di bawah).

Galangan yang tepat untuk pekerjaan yang tepat

Dalam beberapa kasus, kecocokan karakter antara galangan kapal boat dan jenis kapal boat yang akan dikerjakan seperti dipaksakan sehingga terjadilah kejadian dimana pekerjaan yang tidak tepat dikerjakan oleh galangan kapal boat yang tidak tepat pula. Bisa dibanyangkan hasilnya akan seperti apa.

Untuk itu, dalam melihat kecocokan karakter antara galangan kapal boat dan jenis kapal boat yang akan dikerjakan, ada baiknya jika pemesan maupun galangan kapal boat bisa mengajak pihak yang relatif lebih independen yang memahami seluk beluk kapal boat (aspek desain, produksi dan operasional) untuk melihat dan menganalisa kecocokan tersebut. Di Indonesia, fungsi penengah ini bisa dilakukan oleh konsultan yang berkompeten memahami proses rencana-rancang-bangun (lebih baik lagi jika ditambah pemahaman mengenai operasi) kapal boat. Di negara (maritim) yang industri kapal boatnya sudah maju, kecocokan ini menjadi hal yang relatif tidak menjadi masalah karena  galangan-galangan kapal boat sudah menyadari fungsi, kelebihan/kekurangan dan spesialisasinya masing-masing dan juga pemesan biasanya juga sudah lebih memahami dasar-dasar mengenai kapal boat.

Demikian tulisan ini semoga bermanfaat bagi para pembaca dalam rangka usaha menciptakan galangan kapal boat yang berdaya saing tinggi dan menghasilkan kapal boat yang bertanggung jawab dan laik laut demi membangun Indonesia berbasis ekonomi maritim.


Kelaiklautan Kapal Boat

Posted by on Wednesday, 23 November, 2011

Dalam bahasa Inggris, kelaiklautan disebut sebagai seaworthiness yang diambil dari kata dasar seaworthy.  Definisi dari kata seaworthy menurut Webster Dictionary (http://www.webster-dictionary.org/definition/Seaworthy) adalah :

“Fit for a voyage; worthy of being trusted to transport a cargo with safety; as, a seaworthy ship”

Sedangkan definisi dari kata seaworthiness menurut Webster Dictionary (http://www.webster-dictionary.net/definition/Seaworthiness) adalah:

“The state or quality of being seaworthy, or able to resist the ordinary violence of wind and weather.”

Dari kedua definisi tersebut, dapat dilihat bahwa semangat dari kelaiklautan sebuah kapal adalah :

“untuk mencapai suatu keadaan yang berkaitan dengan kemampuan kapal dalam melakukan tugas dan fungsinya dengan selamat dan aman (bagi penumpang, awak, dan muatan) dalam menghadapi tuntutan lingkungan dimana kapal tersebut beroperasi.”

Untuk mencapai keadaan laik laut yang didasari semangat di atas, maka dibuatlah peraturan-peraturan, panduan dan rujukan baik secara global, regional, maupun lokal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk menuliskan jawaban atas pertanyaan-pertnayaan dasar (apa, mengapa, dimana, kapan, siapa, dan bagaimana? atau what, why, where, when, who, and how?) mengenai kelaiklautan kapal yang merupakan penjabaran dari semangat pencipataan suatu kelaiklautan kapal.

Peraturan dan Otoritas yang Berkaitan dengan Kelaiklautan secara Umum

Dalam membahas kelaiklautan kapal boat, pertama-tama kita harus memberikan batasan-batasan asumsi kepada kapal boat sebagai obyek pembahasan. Kelaiklautan berkaitan erat dengan peraturan dan otoritas yang sifatnya internasional, regional dan nasional.

Sumber-sumber peraturan yang berkaitan dengan kelaiklautan adalah :

–        SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 Convention;

–        International Convention on Tonnage Measurement of Ship 1969/TMS 1969;

–        International Convention on Load Lines 1996;

–        International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973/78 (MARPOL);

–        International Management Code for Safe Operation and Pollution Prevention (ISM Code);

–        International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers 1978 (STCW);

–        Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea 1972 (COLREGS).

  • Hukum dan peraturan nasional : undang-undang dan peraturan-peraturan negara;
  • Badan klasifikasi;
  • Otoritas pelabuhan.

 

Sedangkan pihak-pihak yang terkait dengan dan berpengaruh kepada kelaiklautan sebuah kapal adalah:

  • IMO (International Maritime Organization);
  • Direktorat Maritim di masing-masing negara (sebagai Flag State);
  • Otoritas Pelabuhan (Port Authority);
  • Unit Penyelenggara Pelabuhan;
  • Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard);
  • Badan Klasifikasi;
  • Asuransi;
  • Pemilik kapal;
  • Pengguna kapal (operator, penumpang dan/atau pemilik barang angkutan).

 

Perlu dicatat bahwa IMO hanya mengeluarkan peraturan berupa konvensi dan resolusi namun IMO tidak melakukan penegakan aturan karena penegakan aturan dilakukan oleh Direktorat Maritim/Flag State masing-masing negara.

Kelaiklautan Kapal di Indonesia

Untuk membahas kelaiklautan kapal dalam konteks negara Indonesia, maka kita harus melihat kepada UU No. 17/2008 Tentang Pelayaran dimana disebutkan :

Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 33

Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.

Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 34

“Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 36

Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

Jadi dapat dilihat berdasarkan dua ayat di atas bahwa bahwa komponen dari kelaiklautan kapal menurut peraturan di Indonesia adalah ditentukan dalam persayaratan sbb:

  • keselamatan kapal;
  • pencegahan pencemaran perairan dari kapal;
  • pengawakan;
  • garis muat;
  • pemuatan;
  • kesejahteraan awak kapal;
  • kesehatan penumpang;
  • status hukum kapal;
  • manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal;
  • manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu;

 

dimana kapal boat adalah termasuk salah satu dari kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya,…”.

Kapal Non-Konvensi dan Kapal Boat

Kapal boat sebagai obyek dari peraturan-peraturan berkaitan dengan kelaiklautan kapal ini harus dilihat secara pas dan tepat.  Apakah misalnya kapal dengan geladak terbuka dengan panjang hanya 8 meter harus memenuhi semua peraturan internasional dan nasional yang sama dengan yang diterapkan kepada kapal tanker dengan tonase 3500 DWT? Lalu dimana batasannya?

Melihat batasan yang terukur dan definitif untuk kapal boat berkaitan dengan penerapan peraturan dan standar kelaiklautan kapal adalah dengan cara memahami suatu istilah yang disebut sebagai ‘kapal non-konvensi’. Kapal non-konvensi adalah kapal-kapal dengan kriteria tertentu yang tidak tercakup dalam pemenuhan persyaratan-persyaratan yang tertuang di dalam konvensi-konvensi IMO.  Peraturan yang mencakup kapal non-konvensi diatur oleh peraturan dan perundang-undangangan yang ditetapkan dan belaku di masing-masing negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh direktorat maritim sebagai instansi Flag State.

Akhirnya, Pemerintah Republik Indonesia, tertanggal 17 September 2009 (tanggal yang bersejarah bagi kemajuan industri kapal boat), sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) berbendera Indonesia. Yang berlaku untuk kapal-kapal domestik yang berlayar di perairan Indonesia. Standar ini meliputi:

  • konstruksi/bangunan kapal dan stabilitas kapal;
  • perlengkapan;
  • peralatan;
  • permesinan dan pelistrikan;
  • garis muat;
  • pengukuran kapal;
  • pengawakan;
  • manajemen operasional (manajemen keselamatan dan keamanan kapal) dan perlindungan lingkungan maritim.

 

Menurut standar ini, penerapan standar ini adalah kepada seluruh kapal non-konvensi berbendera Indonesia baik kapal lama maupun baru yang tidak diatur dalam konvensi internasional termasuk dan tidak terbatas pada:

  • Seluruh kapal niaga yang tidak belayar ke luar negeri.
  • Kapal-kapal niaga berukuran di bawah 500 GT yang berlayar ke luar negeri.
  • Kapal-kapal yang tidak digerakkan dengan tenaga mekanis (tongkang, pontoon dan kapal layar).
  • Kapal-kapal kayu (KLM) dan kapal kayu dengan mesin penggerak.
  • Kapal penangkap ikan.
  • Kapal pesiar.
  • Kapal-kapal yang dibangun memenuhi persyaratan kebaharuan (NOVEL),
  • Kapal negara yang difungsikan untuk niaga.
  • Semua kapal yang ada dan mengalami perubahan fungsi.

 

Standar ini tidak diterapkan untuk:

  • Kapal pesiar (cruise) yang digunakan untuk perniagaan (sudah dicakup dalam konvensi internasional).
  • Kapal perang.
  • Kapal negara.

 

Standar Kapal Non-Konvensi (Non-Convention Vessel Standard/NCVS). Aturan NCVS ini dibuat atas dasar kerja sama pemerintah RI dan Australia dalam kerjasama yang ada di dalam program Indonesian Transport Safety Assistance Package (ITSAP, www.atsb.gov.au/about_atsb/international.aspx)  dari Australian Transport Safety Bureau (ATSB, www.atsb.gov.au). Penyusunan NCVS ini dilakukan bersama oleh pihak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan RI dan Australian Maritime Safety Authority (AMSA, www.amsa.gov.au). Saat ini NCVS sedang memasuki persiapan untuk tahap entry into force.

Peraturan dan Otoritas Berkaitan dengan Kelaiklautan Kapal Boat di Indonesia

Beberapa peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kelaiklautan kapal boat di Indonesia adalah :

  • Peraturan Pemerintah No. 51/2002 tentang Perkapalan.
  • UU No. 17/2008 tentang Pelayaran.
  • Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi.

 

Otoritas, instansi, lembaga, profesi dan/atau pihak lain yang berkaitan dan berperan terhadap tercapainya kondisi kelaiklautan kapal boat di Indonesia adalah:

  • Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Laut;
  • Otoritas Pelabuhan (Port Authority);
  • Unit Penyelenggara Pelabuhan;
  • Biro Klasifikasi Indonesia;
  • Penjaga Laut dan Pantai;
  • Asuransi;
  • Galangan kapal boat (pembangunan, pemeliharaan/perawatan, dan perbaikan);
  • Konsultan perencanaan dan perancangan kapal boat;
  • Konsultan pengawas pembangunan kapal boat;
  • Pemilik kapal boat;
  • Pengguna kapal boat (operator, penumpang dan/atau pemilik barang angkutan).

 

Melihat tulisan diatas, maka dapat dilihat bahwa kelaiklautan sebuah kapal boat yang melekat pada kapal boat itu sendiri sudah harus dimulai dan diintegrasikan kedalam kapal boat sejak saat perencanaan, perancangan, pembangunan dan pengoperasiannya secara utuh dan berkesinambungan. Di Indonesia, kesinambungan ini juga harus melibatkan setiap pihak yang berkaitan secara bersinergi sesuai dengan fungsinya masing-masing secara tegas dan bertanggung jawab, namun bukan dengan semangat mencari-cari kesalahan dan kesempatan dalam kesempitan, namun haruslah dengan semangat untuk tercapainya kapal-kapal boat berbendera Indonesia yang laik laut yang berperan akftif dalam pembangunan Indonesia berbasis ekonomi maritim.